Sosok Yang Hampir Tergantikan
Uh, akhirnya lembaran kertas di
atas meja gue terkumpul juga.
Ulangan
gue selesai.
Ulangan
ini membawakan rekor tersendiri bagi gue, ‘Ulangan tanpa nyontek’. Iya, cuman
itu yang bisa gue banggain dari diri gue ‘saat ini’.
Pulang.
Merebahkan badan di atas kasur. Bangun, gue langsung mandi, bersiap-siap ke
Gereja, anak beriman.
Kali
ini badan gue dilapisi kaos yang bagian depannya tercantum kata “USA” dan nomor
5 dan “Durant” di belakang. Kaos gue lalu terlapisi lagi oleh kemeja, dan
bagian bawah (bawah meja) gue pake celana panjang, dan di bagian pundak tas
biasa gue masih bersemayam. Jarang-jarang setelan gue kayak gini, biasanya
minim banget. Celana selutut, kaos biasa, semaximal-maximal nya setelan gue,
masih kerenan setelan renang bapak-bapak. Tapi dirumah, di depan kaca. Gue
merasa kali ini pengen tampil beda aja, sama nyicip tipis-tipis. Walaupun gue
agak tersiksa, tapi untuk mencoba hal yang baru, It’s okay.
Di gereja,
iya kalian bener gue duduk sendiri. Kursi panjang, ada orang dateng eh pergi. Udah
duduk di sebelah gue, pandangannya sinis. Ada pacar dateng ternyata cuman
fatamorgana. #Curhat.
Selesai
pulang gereja, nyokap memang bilang dia ada pertemuan. Dan dia nanyain soal gue
mau gimana. Gue bilang aja, ‘ Alex gampang, ke chandra aja lanjutin naskah’. Nyokap
mengangguk mengartikan iya.
Gue
turun dari motor, mencium tangan nyokap, “ Ma, pergi”. Lalu gue melangkah ke
dalam. Gue mulai menerawang dari jauh, tempat biasa yang gue tempatin kalo buat
nulis atau ngestay.Penerawangan gue
kali ini gak salah, hasil yang gue dapat dari penerawangan gue kal ini :
·
Dua keluarga berencana
·
Tiga abege hilang arah
·
Satu couple
·
Seorang perokok
·
Empat cabe-cabean
Melihat penerawangan gue, gue
mengumpulkan keyakinan bahwa gue gak mungkin nyelip di antara mereka.
“ Gila, posisi rame banget” kata
gue pelan, lalu gue membalikan badan, seraya berjalan menuju eskalator lalu
menapaki nya.
Weeeehh, tangga nya jalan.
..... *hening
Gue naik kelantai atas, keliling-keliling
sambil nunggu sepi.
Di atas, gue jalan-jalan
menghadap ke bawah, ke layar hape. Cari sinyal wifi yang paling kuat. Gue jalan
tanpa tau ada apa di depan gue.
Beberapa menit berjalan, gue
ternyata udah di dekat tembok pembatas. Lalu gue menaikan kepala gue.
Yang gue liat di depan gue cuman
ibu-ibu dan abege cewe. Gue melihat orang di sekeliling, semua cewek.
“ Fakkkkkkkk ini tempat
behaaaaaaa” teriak gue dalam hati
Gilak ini beneran, gue terhenyak
sesaat. Lalu gue kembali tersadar, semua cewek tadi menaruh barang yang di
pegangnya, sekarang semua pandangan tertuju pada gue.
Gue melekukan bibir, garuk-garuk
pala, puter badan, lari.
Sumpah itu awkward.
Gue menghilang di balik gantungan
jas-jas kawinan. Gue berhenti sejenak, melirik harga. Lumayan dapet gambaran
buat masa depan.
Lalu gue kebawah, kali ini
pandangan ibu-ibu sudah hilang membuntuti raga gue, tapi tidak dengan pikiran
gue.
“Sip, udah kosong”
Lalu gue menarik kursi. Duduk disana,
kursi di hadapan gue, terisi oleh pacar tas gue.
Three in one, nama makanan yang gue pesan. Green Tea Lemon, minuman yang gue pesan.
Gue mengeluarkan notebook, mencolokan
earphone, membuka tiga kancing dari
atas,. Sesekali mencomot kentang di atas piring. Lalu kembali melanjutkan naskah.
Beberapa menit aja, gue udah
larut sama naskah. Gue juga larut sama lagu yang gue setel, Ruth Sahanaya –
Andaikan Kau Datang Kembali. Kalo gak salah, lagu itu cover, lagu aslinya punya
band legenda tanah air, Koes Plus. Gila, gak matching banget lagu sama keadaan
gue sekarang.
Suasana nulis kali ini. |
Setelah
beberapa lama, rasa lelah mulai timbul. Gue mulai ngecek hape secara terus
menerus, ada pesan dari nyokap atau engga. Hasilnya nihil.
Beberapa
menit gue memaksakan untuk menulis. Layar hape gue tiba-tiba nyala, ada sms
dari nyokap. Isi pesannya sih, gue disuruh nemuin nyokap. kayaknya nyokap gak
bisa jemput.
Nyokap
ada di restoran, gue disuruh jalan kesana.
Awalanya
gue males banget, tapi yausdahlah. Susah memang.
Gue memasukan
notebook, meninggalkan pecahan uang tiga puluh ribu di atas meja.
Earphone gue colokan ke hape. Lalu kabelnya
gue selipkan dari bawah kemeja, biar gak kemana-mana. Hape gue selipkan di
kantong celana. Tas masih di pundak gue. Lalu gue mulai berjalan di bawah
sorotan cahaya bulan.
Letak
restoran tempat yang gue tuju cukup jauh sebenarnya, tapi lumayan ah malem-malem
olahraga dikit. *Olahraga lima jari.
Sepanjang
jalan, gue menonjok angin. Sebagai bagian dari olahraga, juga sebagai bagian
sisi gila dari gue, juga sebagai eksekusi jika gue mau di tindak cabuli.
Sesampainya
di depan restoran yang gue tuju, gue sudah di sambut oleh seseorang, menunjukan
jalan ke tempat pertemuan nyokap itu. Gue gak berani buka pintu. Gue takut isi
nya ibu-ibu. Takutnya juga ada ibu-ibu tadi yang lagi memilah-milah, kartu atm.
Akhirnya
keberanian gue terkumpul. Gue membuka pintunya, ada sosok yang lagi presentasi.
Ketika gue masuk, semuanya diam, termasuk gue. Lalu gue berjalan, duduk di
kursi terdekat dengan nyokap.
Sebelum gue duduk, gue bertatapan
dengan sesosok cewe cukup tjakep seumuran
gue, menurut penerawangan gue. Awalnya gue gak percaya dengan penerawangan gue
soal umur seseorang, terakhir kali gue percaya sama penerawangan gue, gue koma.
Tapi kali ini gue yakin gue benar.
Setelah itu geu duduk,
pandangannya kembali kedepan. Gue meliriknya sesekali. Cewek seumuran dia juga
di sebelahnya, langsung ngomong sesuatu ke cewek yang tadi. Cewek di sebelahnya
senyum-senyum, cewe yang tadi muntah.
Sepanjang pertemuan itu, mata gue
gak pernah bisa gue tolak untuk tidak melirik cewek tadi. Sesekali gue melirik
dia, dia melakukan hal yang sama.
“Gila ini cewek, memikat”
Karena gue datangnya belakangan,
gak lama setelah gue dateng pertemuan selesai. Lalu gue mengajak nyokap gue
pulang. Gue bersender pada tembok dekat pintu yang tadi gue lewati, sambil
nunggu nyokap berpamitan.
Lama banget nyokap pamit doang. Akhirnya
gue berjalan mendekati nyokap. Sebenarnya, gue mendekati nyokap selain karena
gue memang pengen manggil nyokap. gue pengen ngeliat cewek tadi.
Di
balik orang-orang yang lagi berpamitan. Pandangan gue kembali bertemu dengan
pandangannya, gue kaget, lalu gue membuang pandangan gue, begitu juga dia. Lalu
gue sama nyokap jalan ke pintu yang sempat gue singgahi tadi. Sebelum turun,
gue menoleh kebelakang lagi.
Lagi,
pandangan kami bertemu. Kali ini pandangannya di sertai oleh lekukan kecil di
bibirnya. Gak gue balas, biar cool. Lalu gue menuruni anak tangga, menoleh
sekali lagi. Pandangannya masih pada gue.
Pengen
banget gue kenalan ama dia, pengen banget gue pergi kedepannya menghampiri
pandangannya itu, tapi gue gak bisa. Karena gue tau jika gue melakukan hal itu,
dan jika benar-benar gue dapet contact nya.
Di hati gue, akan ada sosok yang
tergantikan.
Alasan
itu, yang membuat gue mengurungkan niat gue itu.
Sesampainya
dirumah, gue langsung merebahkan diri lagi di kasur yang sama seperti siang
tadi gue merebahkan badan gue. Lalu gue mengangkat setengah badan gue,
menggapai tas lalu mulai menhidupkan notebook, untuk nulis. Tapi ternyata,
pandangan nya menghantui gue, gue menutup naskah gue yang belum tersentuh kata
atau huruf tambahan apapun. Pandangannya, menggantikan pandangan ibu-ibu tadi,
hebat banget kan.
Setelah
itu, gue langsung mengangkat seluruh tubuh gue, berjalan untuk mematikan lampu,
menhidupkan AC, gue kembali merebahkan diri gue, kali ini bersama pikiran gue.
Yang gue lakukan hanya tiduran sambil menatap langit-langit kamar, juga sambil
senyam-senyum sendiri. Tiba-tiba gue pengen banget punya contact dia, tapi
lagi-lagi sesosok di hati ini sudah ada sejak lama dan enggan pergi. Niat gue
yang ingin memiliki contact cewek tadi, berubah menjadi bertemu cewek itu lagi.
Tiba-tiba
juga, lagu “Ruth Sahanaya – Andai Kau Datang Kembali” menjadi matching untuk
malam itu. Mulut gue mulai bersenandung kecil,
Andaikan kau datang kembali
Jawaban apa yang kan ku beri
Adakah cara yang kau temui
Untuk kita kembali lagi
Di antara bait-bait lirik itu,
gue selipkan sebuah kalimat.
“ Hari ini, keren”
0 Saran:
Post a Comment