Wednesday, October 28, 2015

Gue, si egois.

                Hay, ini hari Sumpah Pemuda ya. Ngepost ah biar disangka pemuda gaul. (Kalo mau muntah, muntah aja).
                Selain hari Sumpah Pemuda, kemaren adalah hari Blogger Nasional. Selamat hari blogger bagi yang merayakan. (Bersalaman pada diri sendiri).
                Gue mau cerita di sini ah, dimana ini adalah satu-satunya tempat gue cerita. Meluapkan isi hati gue saat ini. Walau memang akan dilihat banyak orang (ngarep) tapi gue senang dengan hal itu. Tidak apa. Pertama, gue bukan minta dikasihani.
                *Dimohon para pembaca bisa membedakan mana yang becanda mana yang tidak.
                Jadi gini..
                Sejak seminggu terakhir, gue merasa ada yang salah dengan hidup gue. Di sekolah, gue jadi lebih sering sendirian gak bareng si Joni atau temen-temen gue. Entah kenapa, belakangan ini. Sendiri adalah perasaan terbaik yang bisa gue rasain. Bisa dibilang juga, seminggu terakhir adalah seminggu terburuk dalam hidup gue.
                Tekanan menulis, keluarga gue, sekolah gue, dan juga Joni.
                Masalah Joni adalah masalah yang paling berpengaruh dalam hal ini. Muncul sedikit jarak, renggang. Yah memang beberapa hari yang akan datang memang dia bakal ada lomba banyak sih, dia jadi sering latihan band atau latihan inggris untuk mempersiapkan lombanya.
                Otomatis, dengan jadwal latihan dan lesnya yang numpuk gue sama dia jadi jarang bareng lagi. Sebenarnya ini bukan salah dia. Ini salah gue.  Kenapa jarak ini ada? Sekali lagi, ini salah gue. Gue gak pernah siap dan gue gak berpikir panjang bahwa saat-saat seperti ini akan datang. Selama ini, gue seorang egois untuk dia. Gue gak pernah membiarkan dia bersama orang lain.
                Gue mengurung dia.
                Selama ini gue juga gak pernah sadar kalo dia adalah orang yang berpotensi akan mimpinya, dia banyak kegiatan untuk semua itu. Gak kayak gue, yah gue paling lulus sekolah terus entah mau jadi apa. Gak ada yang bisa diandalkan dari gue yang bodoh ini.
                Jadi, ketika saat dia memang harus bersama orang lain. Gue gak siap. Gue kaget dengan keadaan ini. Ini parah. Dan, hal yang gue lakuin dengan kesalahan ini adalah gue malah menambah-nambahkannya dengan malah menyalahkan dia dan berprasangka bahwa dia berubah. Padahal enggak. Selama ini, gue yang egois. Gue yang bodoh.
                Gue yang terlalu berharap.
                Gue pengen ngomong bareng dia lagi kayak dulu tapi gue terlambat. Jangankan ngomong, chat dari hape aja sekarang udah jarang banget. Padahal pengen, banget juga.
                Selain itu, gue juga mengurung dia untuk tidak bersama cowok lain. Padahal jelas, gue bukan siapa-siapa dia. Dan sekarang, gue sadar semua itu. Dan sekarang, semuanya sudah terlambat.
                I hope the Pacific is as blue as it has been in my dreams. I hope.
                Entahlah.
                Kapan ini berakhir, gue gak tahan dengan kesalahan gue sendiri. Gue mencoba untuk berbicara pada dia tapi keadaan sudah terlambat.
                I know there are some things we need to talk about.
                Gue sayang dia, gue bersalah.
                Sekarang yang bisa gue lakuin hanya mengaguminya dari jauh, memimpikannya dalam diam, dan merindukannya dalam tangis.
                Dan sedikit untuknya,
                “Goodluck yah lomba kamu, do your best (: Cepet selesai yah biar kita gak gini terus. I love you, sayang.”
                Sedikit lagi,
Take a piece of my heart
And make it all your own So when we are apart You'll never be alone
You'll never be alone When you miss me close your eyes
I may be far but never gone”
Repeat, I may be far but never gone.       

                
Read More