Yang (hampir) Terlewatkan
Sudah lama, sejak terakhir kalian melihat sesuatu yang baru di tempat ini. Banyak pula, yang dialami pemiliknya. Banyak hal yang terjadi, gak sedikit juga yang berubah. Dari sekian banyak kejadian yang terjadi. Ada beberapa yang mau gue ceritain. Dari sekian hal yang berubah, ada beberapa yang mau gue jabarkan.
10 Februari. Hari perayaan Valentine di sekolah. Karena tanggal empat belas, para senior, kelas tiga-wan udah mulai LUN. Maka, dipercepat-lah perayaan Valentine. Ada banyak lomba antar kelas yang diadakan. Gue ikut. Mewakilkan kelas gue dalam lomba Pencarian bakat. Saat itu, gue Stand Up.
Jujur, masa-masa menjelang tampil adalah masa-masa terberat. Pas tampil. Melihat kondisi. Jadi tenang, Waktu itu, nama gue didamba-dambakan. Gue maju, Gue lakukan hal yang harus gue lakukan. Seisi Aula, yang tadinya sepi-rame jadi rame. Yang tadinya bising akan suara obrolan terganti dengan berjuta suara tawa. Entah. Semuanya ketawa.
Gue bahagia saat itu.
Se-magnet itukah gue ?
Dari awal sampe akhir, semua ketawa. Namun ada beberapa hal yang gue kecewakan. Ada dua hal utama. Sebenernya dua hal ini saling mengikat. Harusnya,,, Pertama, saat itu hujan. Rencana awal, lomba ini bakal diadakan di tengah lapangan. Tapi harus dicancel karena kondisi cuaca. Jujur. Gue marah sama langit. Pengen gue jitak. Mungkin, orang-orang malah bersyukur itu terjadi karena, satu, di aula ruangan lebih terbatas daripada di lapangan, ototmatis orang yang akan dateng juga gak banyak. Maka, sedikit penonton malah bagus. Itu pendapat beberapa orang, yang jelas sangat bertolak belakang ama gue. Well, bisa bicara dipublik, bisa didengarkan, bisa menghibur banyak orang adalah salah satu impian gue. Sudah lama sekali.
Jujur, gue udah menyiapkan skenario untuk pertunjukan gue. Tapi gagal. Karena perubahan tiba-tiba tadi. Gak adil. Hal kedua yang gue kecewakan adalah, hilangnya dia saat gue tampil. Ini, yang gue bilang skenario gue gagal. Karena, gue yakin ketika kegiatan tersebut diadakan di tengah lapangan dan sebagai sebuah acara puncak, dia bakal ada. Untuk yang bertanya-tanya, dia adalah, orang lama buat gue. Yang pinternya bukan main namun harus dipuja-puja secara rahasia dengan manusia jongkok ini. Sebenarnya, dia pernah memberi gue sesuatu untuk ditafsirkan. Hanya saja, gue terlalu bodoh saat itu. Mungkin, saat itu gue mematahkan hatinya. Mematahkan hatinya secara keras. Keras. KERAS. Dia trauma. Penyesalan selalu ada di belakang. Kebodohan juga begitu.
Hmm.
Sekarang, gue canggung setengah mampus kalo mau ngomong ama dia. Kemaren sempet sih ngomong (bakal gue ceritain di bawah.). Dia, satu-satunya cewe, yang membuat seorang 'alex' malu. Terpaku. Kalo aja, bisa dimaafkan, dan mengulanginya lagi.
Menurut gue ini belom terlalu terlambat. Walaupun udah terlambat, tapi gak pake terlalu. Nah. Gue mau mencoba, tapi takut. Takut dia udah bener-bener mau melupakan gue.
Lalu, kemaren juga, gue ada lomba. Dia juga ikut. Gue udah atur tuh, bahwa gue bakal main bagus dengan adanya dia dibagian penonton. Nyatanya, tiap pertandingan, keadaan dia selalu nihil. Gak pernah berhasil gue temukan di mana letak dia. Entah dia memang gak mau nonton. Atau memang dia sibuk dengan lombanya sendiri. Tapi, rasanya yang pertama deh.
Selesai lomba, gue capek parah. Dianterin ampe sekolah, terus gue langsung balik (Gue emang balik sendiri). Cuma beberapa langkah dari gerbang sekolah, ada seorang ibu-ibu. Nyamperin gue. Bagi gue asing rasanya. Nanya gue,
"Lex, liat si .... gak? Kok dia belom ada ya"
Mendengar nama yang dia sebut, jelas gue tau. Itu emaknya si .... . Gue liat ke sisi sekolah. Kosong. Kosong dalam artian gak ada nama yang dicari ibu ini. Pandangan gue menemukan seseorang, dia. Wah. Kesempatan nih. Pikir gue. Gue Jawab ibu tadi.
"Bentar ya, dicariin dulu."
Gue ke dalem. Berdiri kira-kira satu meter jauhnya dari dia. Gue kumpulkan segala tenaga yang gue punya. Baca doa. Nyanyiin lagu Bandung Lautan Api, hati gue berkobar-kobar.
kamu tuh harus benar-benar tahu, gimana rasanya mati, beku, terpaku, buat aku, ketika mau ngomong sama kamu.
"Liat si .... gak? Mama-nya nyariin."
Akhirnya, ada sesuatu yang meluncur dari mulut gue. Parah.
"Hmmm, nggak, tapi kayaknya dia udah nyampe duluan deh tadi."
Wanjir. WUANJIR. Salah satu pencapaian hidup banget buat gue bisa ngomong sama dia. Parah sih. Parah. Gak lama, bis si .... dateng. Akhirnya dia turun, kembali ke pelukan mamanya. Lah gue, ditinggal beku kedinginan ama dia. Parah. Gak lama, nyokap dia sampe. Entah nyokap atau siapa, yang pasti dia dijemput. Tanpa bilang pamit atau apapun, dia pergi. Gak, gue gak merasa dia salah. Gue gak nuduh dia apa-apa juga. Bagi gue, pembicaraan singkat tadi, lebih dari cukup. Terimakasih Tuhan, atas kiriman ibu-ibu tadi.
Lantas, gue pulang. Selagi jalan, mobil dia dengan pasti melaju lebih cepat dari gue. Gue lukis satu garis senyum tipis di bibir gue. Berharap, ketika dia lewat, kalo-kalo aja dia iseng ngeliat spion atau dia puter kepalanya untuk melihat gue, gue bisa terlihat senyum dibanding dengan letih yang ada.
Hari ini, tanggal tiga belas, salah satu moment bersejarah juga. Salah satu pencapaian hidup gue. Yah udah lama sih, gue sering ngeliatin dia diem-diem. Ngeliatin matanya. Ampun !, sempurna bener!
Hari ini, dua kali gue ngeliat dia, dia ngeliat gue. Gue yang takut jadi batu, membuang pandangan gue. Hanya ingin dia tau aja, bahwa, gue adalah pemuja rahasianya. Mungkin, buat dia sendiri, gue bukan lagi rahasia. Mungkin dia merasa seperti itu.
Semoga aja, dengan tatapan tadi dibantu sama percakapan kemaren, es di antara kita bisa cair. Dikit-demi sedikit. Aku bakal nyanyi serius tiap lagu kebangsaan, Itung-itung sebagai penambah bara. Tapi kamu harus janji, gak boleh sepihak doang. Kamu tau kan, kamu yang aku maksud, kamu sadar kan?
iya kan ?
Aku kann?? Yang kau cari selama ini
ReplyDelete