Saturday, March 4, 2017

Mereka bukanlah dia

Udah nulis lagi aja, rajin  ya.

Tanda-tanda seorang penulis memiliki beban pikiran adalah meningkatnya kuantitas tulisan. Karena butuh sesuatu untuk diluapkan.

Hari ini patah hati banget. Banget. Buktinya, kejadian satu hari doang, bisa jadi tulisan untuk bahan blog. Apa yang terjadi hari ini ?

Well.

Jadi, tanggal 4 Maret 2017, anak senior (kelas 9) yang mendaftar ke sekolah yang bersangkutan, akan melakukan test. Ada dua sekolah yang sudah menjadi sahabat dalam selimut bagi sekolah gue. Jadwal test mulai pukul satu siang. Sedangkan pada jadwal asli sekolah, gue dan kawan kawan baru kelar sekolah pukul setengah satu. Maka, anak-anak yang sudah didata dan memang berkewajiban datang ke sekolah yang bersangkutan untuk mengikuti test, diberikan dispen, agar pulang satu jam 
lebih cepat.

Jujur, gue penasaran. Gue seneng. Akan gimana sekolah gue nantinya.

Pihak sekolah memberi instruksi, mereka yang bersangkutan sudah boleh pulang, dan mereka yang tidak, tetap berada di dalam kelas. Anak – anak kelas tiga pada ricuh. Ramai. Bisik-bisik sepanjang perjalanan menuruni tangga. Cukup ramai.

Di sinilah, patah hati gue terjadi.

Jelas, dia tak pernah luput dari usaha mata gue mencari-cari, menerka-nerka keberadaannya. Nihil. Gue tidak menangkap sedikitpun bagian dari dia di tengah keramaian. Sudah gue cek berkali-kali, teman sekelasnya sudah pada keluar. Dan ketika temannya keluar, gue sudah mengabsen nya satu persatu. Gue yakin, dia tidak ada.

Lalu ada hati yang patah.

Gue tarik napas dalam-dalam. Mencoba menenangkan pikiran.

Gak bisa.

Hal ini mengartikan, dia tidak akan bersekolah di kedua sekolah itu. Yang mana juga, mengartikan, gue-dia akan benar-benar berpisah. Jujur, sampai saat inipun, gue gak pernah tau dia mau ke mana nanti. Yang pasti, dia punya segalanya untuk pergi ke luar. Entah ke negeri orang atau ke tanah orang. Gue yakin dia memang pantas untuk mendapatkan yang lebih di luar sana.

Tapi...

Test berjalan baik-baik saja. Gue, bangga bisa melewati hari ini. Setiap test yang ada tadi, pikiran gue gak pernah bisa benar-benar fokus. Pasti ada, satu atau dua bagian dari otak gue yang terbang ke dia. Jujur, gue patah hati parah.

Bagi gue, ditinggal ketika masih menjadi pemuja rahasia itu lebih sakit dibanding ketika udah pacaran. Lah, kalo udah pacaran jelas, pernah samaan. Pemuja Rahasia ? toh, ada orangnya aja kadang masih nyesek. Gimana kalo dia pergi ?

Namanya pemuja rahasia, pasti orang yang egois. Gak pernah mau menuruti kata hati. Pengennya manggil, pengennya deket. Tapi selalu takut membebaskan. Takut terbentur dengan tembok-tembok kebodohan. Padahal paham benar, ujung-ujungnya, hanya penyesalan.

Banyak yang bilang. Kalo dia memang bakal pergi atau gue dan dia bakal pisah ujungnya, mendingan jangan sekalian. Biar gak patah hati nanti. Kan, kalo jodoh, juga bakal ketemu lagi.

Banyak yang bilang, banyak. Tapi, buat gue sendir, yah ada benarnya sih. Tapi kalian pasti ngerti lah posisi gue gimana. Gue lebih pilih, sakit hati daripada menyesal. Jadi gue pilih bertahan. Untuk saat ini, jadi pemuja rahasia aja dulu.

Gak tau kenapa, tiap hari, tiap malem, gue selalu pengen ngobrol ama dia. Tapi pas di sekolah....
Banyak sih kesempatan. Gue sering berpapasan ama dia.

everytimes she walked after me, i always knew, i just made a mistake. Im a loser.

Selalu ada sesuatu yang kecengkak di mulut gue, setiap mau ngomong atau manggil dia. Dia gak pernah benar-benar sendiri. Gue takut. Gue malu. Gue takut, dia malu untuk ngobrol ama gue. Gue takut, dia menganggap gue bukan apa-apa. Takut. Fearness is my only fear. Gue gak mau kongkalikong sama temen dia. Setting sandiwara sedemikian rupa biar bisa ngobrol ama dia. Yah, sebenernya itu ide yang bagus, but im not that man. Gue mau bareng dia, dengan usaha gue sendiri. Cemen dasar.

Oyah, tadi pas gue sampe ke sekolah baru untuk test, kan banyak tuh dari sekolah-sekolah lain juga. Nah, temen gue pada bilang. Bahwa gue bakal menemukan seseorang di sini nanti. Lupain aja yang sekarang. Toh, yang di sini juga gak akan LDR.

Giniloh giniloh giniloh....

Gue yakin, setiap dari kita, SETIAP dari kita. Pernah, tuh bertepuk sebelah tangan, atau ada sesuatu dalam hubungan kita dengan seseorang, lalu banyak yang bilang, udah sama si a aja, sama si b aja. Lebih baik mereka. Mendingan sama mereka. Pernah kan ?

Pernah kan, ketika kita suka sama seseorang lalu kita patah hati, terlihat sosok-sosok lain sepertinya lebih baik daripada dia yang menyakiti, tapi, mereka bukan yang kita mau. Justru yang kita mau, adalah dia, yang menyakiti tadi.

Mereka bisa saja lebih baik, tapi tetap aja, mereka bukan dia.


Kenapa jauh-jauh, sih...

1 comment:

  1. Rasanya akan beda walau disakitin tapi bakal tetep aja kita bisa senyum karena dia yang kita mau , karena dia yang kita suka , dan karena dia juga yang kita inginkan

    ReplyDelete