Tuesday, January 23, 2018

Bibirmu Anganku

Listen to this, please.

Jangan kau beri harapan padaku
Seperti ingin tapi tak ingin. 

Ini merupakan 24 jam pertama sejak Keti membalas pesan dari gue. Perlu diakui, ini meruipakan salah satu 24 jam terberat yang pernah gue alami.

Hari ini dia melintas di kelas gue lagi. Gue melihat, dirinya yang beradu pandang dengan seseorang yang tengah di duduk di pojok ruangan.

Toh, Keti udah nggak perduli lagi. Tulisan - tulisan ini juga nggak akan ada artinya apa - apalagi. Mungkin, dia bakal kemari juga nggak.

Jadi ya gini. Nasib seseorang yang patah hati. Semuanya dihabiskan sendiri. Pantas ya, intensitas makan membengkak. Bawaannya laper terus, tapi nggak ada mood makan sama sekali.

Hari ini, gue yang harusnya ada 2 ulangan, jadi satu. Biologi yang dicancel. Baguslah. Satu lagi, Bahasa Indonesia. Sulit sih. Pengen banget gue kabarin Keti, menggunakan topik itu sebagai basa - basi. Ngasih tau soal. Ngasih tau jawaban yang mungkin membantu. Tapi lagi, mungkin sudah ada ( dan lebih berhak ) memberi tahunya. Lagi, gue pupus.

Perasaan nikmat jatuh cinta yang telah gue damba-dambakan selama dua tahun setelah kepergian Joni, justru berakhir na'as bagi gue. Jatuh cinta kali ini dibuka dengan patah hati. Entah senengnya di mana. Paling - paling, seneng sama perlakuan Keti yang menyenangkan. Yang menyebalkan juga ada. Yang paling menyebalkan, dia masih suka ngeyel sama bentuk tubuhnya. Denger - denger dia tengah berusaha keras melakukan diet terhadap tubuhnya yang telah sempurna.

Gak kerasa, hari ini juga menajdi hari pertama sejak pesan snap gue terkirim tanpa balasan, mengakhiri streak yang tak seberapa. Huuuuuuuuu huhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhu

Hari ini capek banget, di mana gue harus mengikuti latihan Akuntansi dan Ekonomi secara terus - menerus. Kepala sama hati lagi nggak sinkron. Ditambah, sejuta tugas yang menumpuk. Yang lagi, males banget untuk gue sentuh. Rasanyaaaaaaaa sangattt menyebalkan.

Pulang latihan, gue melihat rombongan kelas Keti.

" Keti mana ? "

" Udah pulang. "

" Yah. "

Percakapan itu gue tanyakan pada seorang sosok elf di sekolah. Lutju. Menyadari kenyataan bahwa Keti memang selalu dijemput tepat waktu, gue percaya. Gue pulang menerobos hujan.

Pulang sekolah, langsung mencari - cari hape. Idupin. Nggak ada kabar dari keti. Seketika, hari berat menjadi sebegitu beratnya.

Hingga akhirnya, gue berada di sini. Di depan komputer, di dalam rumah pribadi gue ini.

Mencoba merecount semua hal yang telah terjadi pada gue belakangan ini. Semuanya tentang patah ahti.

Apalagi semalem, adalah malam terpanjang di 2018. Gue nggak bisa tidur. Parah. Apalagi jam sepuluh. Ketika gue baru kelar mewek dan pengen mandi. Ketika mandi, tiba - tiba mati lampu. Gue yang notabene dominan untuk tinggal sendiri di rumah merasa parno parah. Suara langkah kaki dari luar gue denger jelas dari dalam kamar mandi.

Mau keluar nggak berani. Dengan flash hape seadanya, takut pas buka pintu langsung menyorot sosok halus secara terang - terangan yang telah menanti gue di balik pintu kayu.

Gue buka.

Kosong.

Baguslah.

Gue ngibrit ke kamar. Ambil gitar, coba - coba nyanyiin lagu Menghitung Hari. Alhasil, hari yang udah rusak, makin rusak. Gue letakan kembali gitar. Bermain catur melawan diri sendiri menantikan lampu menyala.

Lampu menyala. Orang rumah masih belum pada pulang. Keti juga belom ngabarin. Akhirnya, rasa rindu terhadap sosok kucing tersebut gue habiskan sendiri. Gue lahap habis dengan menyaksikan Forrest Gump untuk kesekian kalinya. Forrest Gump, film yang pernah gue minta Keti untuk tonton. Entah, udah atau belum. Tapi gue yakin, Keti bakal memenuhi permintaan gue itu. Entah kapan.

Entah apa, entah kapan.

Biasanya, kalo lagi patah hati kayak gini, tangan - tangan puitis kembali ke luar dari dalam diri gue. Udah gue buat sih, tinggal record. Tapi masih sibuk memikirkan tugas yang menumpuk.

Selain itu, ada hal lain yang gue ingin ceritakan di sini. Tak lain, kawan.

Temen - temen yang mengetahui gue yang tengah patah hati langsung menyerbu gue berbagai pertanyaan. Nasihat dan lain - lain dilontarkan. Tak jarang, ejekan tentang gue yang nggak berhasil dapetin Keti. Gue nggak berkutik, sialan.

Gue cuma bisa bilang,

" Belom nyerah geh. "

" Bentar lagi paling. "

" Masih lama dong. "

" Lah, komunikasi aja nggak gimana bisa ? Gimana coba caranya ? "

" Dengan percaya. "

Gue percaya Keti nggak sejahat itu untuk membiarkan gue membusuk dengan hati yang rusak, dan, Tuhan juga nggak akan setega itu membiarkan gue selamanya menelan pil pahit berulang. Sekali - sekali Tuhan bakalan kasih air segar untuk meluruskan segala pil pahit. Gue percaya.

Di antara lima temen yang ngabarin, ada satu. Kawan gue sejak esde. Ngajakin nonton rabu nanti. I'll treat, katanya. Gue yang sedikit bingung,

" Dalam rangka apa ? "

" Ya gapapa. i know you have some rough times bro. "

Dari situ, gue percaya. Temen adalah segalanya.

Oiya, cerita tentang hari ini lagi.

Di akhir jam pelajaran, ada pihak ketiga yang datang ke kelas. Alumnus sekolah, sekarang tengah fokus berjuang di FK UNDIP. Cewek. Cindy namanya. Pas masuk, satu kelas sepuluh ipe'es empat langsung histeris. Biasa, nggak pernah liat barang bagus.

Cantik sih, gue suka sama bibirnya. Minta disentuh. Pake bibir juga. Nah.

Nggak - nggak. Ada hal lain yang lebih penting ketimbang otak mesum gue.

Di sana, sosok Cindy cerita banyak hal tentang perkuliahan. Lagi, tentang bagaimana kuliah sangat membantu initial step dalam kesukesan. Kembali menyadarkan gue bahwa kuliah itu penting. Menjadi suntikan semangat demi tetap menjunjung tinggi prestasi di sekolah.

Semuanya, hari ini dan kemarin mungkin adalah hadiah dari semesta. Mati lampu, suara gitar, suara horror ( suara gue ), teman, Cindy, kuliah, dan bahkan Keti, semua menyadarkan gue bahwa hidup gue bukan cuma tentang patah hati. hidup gue jauh lebih besar di depan sana. Perlu gue perjuangkan perlu gue nikmatin. Sadar bahwa Keti bakalan end up di tempat yang nggak akan bisa manusia tolol kayak gue sentuh, makin menendang gue ke arah yang lebih jauh.

Kadang, kita cuma perlu satu mata untuk melihat dari angle yang lain. Tapi dibutuhkan tak cukup satu hati untuk melihat dari perspektif lain. Harus kuat, harus tegar. Nggak boleh cengeng. Nggak boleh ngambek.

Harus melihatnya dalam skala yang lebih besar, kayak bibir Cindy. Ce'ilah.
Read More

Sunday, January 21, 2018

rencana ke timur ...




Ada pengibaratan Jawa,

'Bibit Bebet Bobot'

Yang artinya, suka atau enggak suka, carilah pasangan yang sederajat, agar nyaman.

Itu gue dapatkan dari tokoh Rozak yang diperankan oleh Om Indro. Malem ini, gue gak tau kenapa tidur menjadi hal yang begitu sulit.

Selamat datang, Insomnia.

Gue rasa, gue butuh liburan. Yah munafik banget ya, semua juga butuh liburan. Tapi, kali ini, gue beneran butuh. Kalo hidup adalah sebuah perjalanan, kenapa penuh dengan pelarian ?

Seakan kehilangan banyak hal, gue gak tau harus cerita ke siapa tentang ini semua. Gue pegang gunting. Untuk pertama kalinya gue,,,,,, gunting kuku malem - malem.

cutting ? Gue belom sebodoh itu. Belom sebodoh itu untuk mengumbar - ngumbarnya.

"Cutting itu enak, nyamanin, nenangin." Said everygirl in this world. 

Sekarang, dia lagi belajar untuk besok. Gue gak tau harus sama siapa selain sama Blog ini. So, gue nulis aja lagi. Semakin gue coba tidur, di sana semakin gue temukan kepedihan. Jatuh cinta itu bahaya yah.

Gue yang (sebetulnya) juga punya jadwal ujian untuk besok hanya menghabiskan waktu bersama blog ini. Bukan karena gue yang nggak ngerti apa - apa dengan materinya ( saking gak ngerti jadi males ) terlebih, ya karena ini semua. Jatuh cinta kayak begini udah lama banget sejak terakhir kali ngalamin.


LKajdlkasjdlkasjdlasjkdalskjdalskjdalskjdlqwk;dj asdp'asjdPajsd ajasedj asdj asdojas ldjasdlojasdjas

Virgoun - Bukti brengsek banget. Bikin suasana makin pilu.

Seisi rumah udah pada tidur. Semua lampu udah mati, sisa gue di ruang tengah. Sumber pencahayaan hanya dari monitor. Dengan hape di sekitar kanan mouse. Sudah berkali - kali notifikasi masuk, bukan dari dai. Udah berkali - kali gue restart hape, entah untuk apa.

Uh. Gue benci perasaan ini. Yang beginian ini nih yang bikin kapok untuk jatuh cinta.

Kalo udah begini, biasanya gue tempelin bantal tepat di wajah gue. Teriak sekuat - kuatnya. Setidaknya, itu adalah hal yang bisa membuat gue merasa baikan. Hidup sebagai seorang pencerita itu enggak enak. Terlebih kayak gue.

Terbiasa untuk mengonsumsi rasa sepi sendirian. Terbiasa untuk nggak cerita ke siapa - siapa. Terbiasa untuk tetap menghibur orang ketika gue sendiri, entah gimana.

Kata Robin William, all it takes is just a beautiful fake smile to hide an injured soul and they will never notice how broken you really are. 

Gue enggak tau, kegiatan sekolah itu baik atau enggak untuk gue. Baik karena, gue bisa ngeliat Keti lebih lama dari biasanya. Gue bisa tau apa yang terjadi dengan dia. Jahatnya, yah gini. Ah..

Patah hati terhebat 2018.

Sedih ketika sadar bahwa dia gak bisa, bahkan gak mungkin untuk jadi milik gue. aldksjalskjdlqwkodj asdl;ajs dlkasjd alsdjas lkdjasldkjaslkdjklqwdj aslkdjaslkdjaslkdjaskldjaslkjdalskdjlqwkjd as.

Sesampainya di laut kukabarkan semuanya. Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari. Tetapi semua diam, tetapi semua bisu. - Ebiet.

Gue bener - bener butuh liburan. Gue mau kabur ke timur !

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang paling attractive justru jadi tempat yang begitu jahat bagi gue. Terlebih lagi, harus menerima kenyataan, padatnya jadwal latihan ini - itu. AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

What happened to me....

Toh, di sekolah, sekarang - sekarang ini gue lebih banyak bolosnya. Oke, bukan bolos. Lebih banyak izinnya. Izin ke perpustakaan. Entah tidur, entah tentang Lupus. Yang pasti, gue capek. Kalo di kelas, serasa kalah sama seseorang. Serasa, dia punya hati yang lebih tulus terhadap hewan peliharaannya. Gue isinya, cuma berontak sana - sini. Cuma ketidakterimaan sana - sini.

Ah udahlah.
Read More

Thursday, January 11, 2018

Perempuan yang sedang ngidam apel.



Sebagai seseorang yang tinggal di Sukaraja City, sebuah tempat kecil nan terpencil di salah satu sudut kota Bandar Lampung. Juga sebuah tempat tinggal yang bukan perumahan, gak jarang, malem - malem dipenuhi oleh ketukan tak teratur dari tukang - tukang dagangan.

Itu yang gue suka, dan menjadi alasan terkuat gue untuk enggak pindah rumah.  Padahal, ga pindah karena gak punya tempat tinggal lagi aja.

Lanjut.

Di antara dagangan - dagangan yang lewat, sejak kecil, gue cuma sekali melihat penjual keliling wanita. Ibu - ibu, jual kue putu, dulu banget. Sisahnya, laki semua. Soal jajanan tekwan dan berkuah, biasanya dibabat habis oleh bapak - bapak. Sedangkan, deretan sate, dikuasai secara merata oleh anak - anak muda.

Gue, yang notabene adalah seseorang yang suka bercerita, juga amat senang mendengarkan cerita hidup orang lain. Banyak, kejadian sedih yang ada di hidup - hidup mereka. Tanpa pernah pergi ke luar negeri maupun kota, mereka hidup dengan pertanyaan besar di kepala ;

' Besok makan apa ya ? '

Menyadari hal - hal seperti itu, gue jadi semakin bersyukur dengan segala hal yang gue punya sekarang. Memang enggak banyak, salah satunya, cuma punya Mama yang masih bisa nyediain pisang rebus di kala ulang tahun.

Pernah dulu, tukang sate keliling, Asep namanya. Malam itu, gue yang tengah nonton bola sendirian ( i used to be a football fan) sekitaran pukul dua pagi tergoda dengan mereka yang menyuguhkan kenikmatan Indonesia demi secarik uang.

Si Asep, seorang penjual sate keliling, ternyata merupakan seorang sarjana mesin. GILA ! Dia bilang, dia cuma nggak dapet kesempatan yang sama hanya karena dia berasal dari keluarga yang bukan apa - apa. Yah, orang kaya selalu dipandang lebih.

Umurnya baru 20an, Asep udah bekerja sebegitu kerasnya. Tumpukan tusukan daging belum dibakar masih berlapis - lapis menandakan kerugian pada hari itu.

Gue suka dengan mereka. Selalu menyadarkan gue, gimanapun keadaan gue pasti selalu ada hal yang bisa disyukuri. Mungkin, kehadiran mereka merupakan salah satu cara bagi semesta untuk menampar gue. Yah, sama sih, kayak cinta. Nah kok ke cinta.

Kata seseorang yang telah menulis tentang Analogi Cinta Berdua, ketika kangen kita nggak kita balas, bisa saja itu merupakan salah satu cara semesta nyadarin kita, bahwa tengah ada orang lain di sekitar yang juga, kangen kita, yang juga, gak kita bales kangennya.

Astaga...

Oiya, barusan banget, gue beli Sekoteng. Uenak tenan ! Kali ini sambil hujan rintik. Ada satu hal di sini yang membuat gue merasa naif banget kalo enggak langsung menulis ini.

Yang jual Bapak - Bapak. Bajunya basah kuyup, letih banget kelihatannya. Sambil memasukan potongan roti tawar, dia nanya gue

" Dek, tau Apel gak ? "

Karena guer curiga, gak mungkin apel yang ditanyakan adalah apel yang, ya apel.
Gue memberikan pengejaan yang berbeda

" Tau. Apel atau Epel  ? "

" Henpon "

Sudah kuduga.

" Iya Pak tau, kenapa ? "

"Mahal ya Dek ? Anak perempuan saya minta. "

"Yah, agak gak masuk akal sih Pak harganya. Bapak mulai keliling dari jam berapa Pak ? "

Sambil meracik 'pacar cina', dia jawab.

" Jam satu siang, sampe nanti subuh Dek. Terus bikin bahan lagi, masukin kulkas, tidur, siang kerja lagi. "

" Yaampun Pak. Gak cape tuh ? "

" Demi anak. "

" Umur berapa Pak anaknya ? Saya tebak, SMA ya, lagi demen - demennya tuh Pak begituan. "

" Iya. dek kelas 2 SMA. Saya kemarin nanya ke toko hape, mahal juga ya dek. Saya kira cuma dua juta."

" Yah gitu deh Pak. Semangat ya "

Gue ke dalam. Ambil selembar sepuluh ribuan. Hasil nabung uang jajan hari ini. Gue rela, gue tuker dengan semangkok sekoteng demi Apel anaknya. Yang tadinya, gue ingin bayar pake uang Nyokap, gue balikin. Gue pengen aja beneran bantu dengan cara membeli dagangannya. Well, dari awal gue juga yang emang lagi kepingin makan sekoteng.

Gue ke kulkas. Sempet - sempetin. Berdoa semoga menemukan sesuatu yang gue cari. Dan, ketemu. Lagi, Semesta selalu punya cara yang keren untuk setiap orang.  Gue nemu Apel.

Gue ke luar, kasih uang sepuluh ribu dan satu apel. Bapaknya bingung, tapi kelihatan banget dia bahagia. Gue ikut bahagia.

Gue sedikit tertegun, sadar apa yang telah gue lakukan barusan. Tiba - tiba, gue merasa rendah di hadapan Tuhan. Langsung mengucap syukur atas pecel yang masih bisa gue makan hari ini, juga sekoteng hangat kesatria pelawan hujan.

Bunyi ketukan yang tak beraturan kembali terdengar. Seuntaian kata Terima kasih keluar dari Bapak Sekoteng. Hujan mulai mereda, tanda keperdulian langit atas usaha seorang Bapak. Bulan makin ke atas, bintang semakin terang. Seorang pejuang bagi anak seraya pergi bersama gerobak, melanjutkan dagangan.
Read More

Tuesday, January 9, 2018

Seseorang yang pala-nya kebentur aspal



Awal januari menjadi sesuatu yang menampar gue keras terhadap blog gue. Di luar tengah hujan, gue menghabiskan hujan bersama blog ini. Memberikan perhatian lebih kepada blog ini sebagai tanda terima kasih atas kerelaannya menjadi tempat cerita terhebat gue. Mulai ngubek - ngubek statistik blog yang udah lama nggak diliat. Dan gue terkejut : 




Pagieviews all time history : 8138. 

Terakhir kali yang gue inget adalah tahun 2016 ketika masih sekitaran saceng sampe goceng. Maret 2015, dalam sebulan ada 558 orang yang mampir ke sini. WAW !

Gue cuma nggak tau apa aja yang orang - orang itu lakukan, beneran. Dulu, melihat perkembangan blog yang terkesan regresif, membuat gue untuk merubah blog ini menjadi blog pribadi. Mengurangi unsur komedinya, menambah jumlah galaunya. Yah memang sih, ide awalnya juga memang sekadar untuk pengganti diary fisik aja kok. Tapi dulu, kerasa banget bedanya ama sekarang. Dulu yang gue tulis secara hati - hati, tulis dengan kesenangan hati sekarang jadi kayak gini. Terkesan asal. asal upload. 

Setelah tahun 2017, tahun yang menyadarkan gue bahwa gue kehilangan diri sendiri. Kini, 2018, gue berkomitmen untuk berusaha kembali menjadi diri gue yang lama. Terutama dalam gaya menulis. Gue yang masih mengais-ngais titik komedi yang hilang dari diri gue akan berusaha menulis lebih banyak. 


Ada rasa ingin ganti template blog menjadi yang baru. Sebagai filosofi aja, siapa tau bisa mewakili artian kelahiran baru bagi kehidupan baru. Gue selalu mengukur kehidupan baru gue dari titik gue move on dengan mantan terakhir. Artinya, gue sudah mati selama dua tahun terakhir ini. Sekarang udah move on. 

Pasangan baru hendak pula kehidupan yang baru, eh, atau kebalik ? 

Kalo kalian nanyain tentang si Keti, gue juga nggak tau kabar pasti dia gimana. Tau sih, lagi seneng. Positip tingking aja bahwa Keti lagi berbahagia. 

Sekitaran 2015 akhir atau 2016 awal, di blog ini sempet terisi suara gue. Semacam voice note gitu. Isinya ? puisi jelek alay lebay tolol goblok kontoooo. Oke, kelebihan.

Awal 2018, kembali terbesit bagi gue untuk kembali membuat sesuatu semacam itu lagi. Bakal gue usahain. Bukan untuk siapa - siapa kok, tapi untuk Keti  diri gue sendiri. Sebagai sarana pelanjut hobi yang lama hilang aja haha.

Baiklah, kalo bohong itu dosa, oke gue jujur. Ya buat Keti lah ! 

Kemarin - kemarin sempet gue kasih salah satu voice note. Dia bilang bagus, terus selesai gitu aja sampai sekarang. Dia nggak pernah nyinggung apa - apalagi tentang itu. Menandakan ketidaktarikan dari pihak malaikat atas sebuah karya kecil kaum manusia.

Gue banyak refleksi di awal tahun ini, terlebih kenapa gue bisa tiba - tiba jadi produktif kayak gini ? 

Meski Keti adalah dalang dari kegalauan yang terjadi belakangan ini, gue mesti dewasa. Terima kasih layak gue ucapkan kepada dia. Tanpanya, mungkin blog ini bakal tetap jadi yang lama. Kosong, nggak ada apa - apa. 

Gue sudah janji kepada Dia dan diri gue sendiri untuk tidak menyalahkan sang malaikat atas cinta yang bertepuk sebelah tangan ini. Gue anggap ini sebagai proses pendewasaan. 

Dengan menyadari posisi gue sendiri yang terkesan masih terkatung - katung atas pilihan yang gue pilih. Gue nggak tau pasti gue berada di mana. Gue nggak tau pasti harus apa. Gue nggak tau pasti harus bertahan sampai kapan. Mau pergi tapi sayang, mau tahan tapi sakit. Nah loh. Hayoloh. Hayo.

Ada rencana nanti, gue bakal ngajak nonton. Nonton film biru. Nonton film birunya langit nusantara ( baca = film indonesia). Selama 16 tahun, gue menjalani hidup gue dengan percaya dengan apapun yang gue harapkan terjadi even when its sounds like a dumb shit. Contohnya, gue pernah percaya bahwa Selena Gomez punya titit. Agak goblok, tapi gue percaya. Emang ya, manusia, sekalinya goblok kelewatan.

Hal goblok lainnya yang gue percayai, salah satunya, ya ini. Berani - beraninya ngajak pergi. Gue udah nyiapin seribu alasan kalo - kalo dia nolak.

* Maaf, itu bukan aku.
* Maaf, itu sifat kedua aku.
* Maaf, aku kira masih mimpi
* Maaf, pala aku abis kebentur aspal

Seandainya dia terima, otak gue bakal dipenuhi rasa penasaran juga ketidakpercayaan. Cuma satu sih, 

KOK MAU.

Ya kalian pasti tau jawaban mana yang gue inginkan dari dia. Tapi balik lagi, gue juga udah siap - siap untuk segala penolakan dari dia. Gue udah latihan penguatan mental. Gue udah terima sakramen penguatan, harusnya gue tegar ! Besok minggu, gue ada rencana untuk menculik seorang pendeta dari gereja gue. Memaksa dia untuk memberi gue kekuatan lebih untuk nerima sebuah penolakan. Iya, gue bakal jadi kriminal ! 

Seperti sebelum - sebelumnya, gue yang bertahan hidup dengan selalu percaya bakal tetap percaya pada ajakan ini. Terhitung dari tanggal 9 januari, gue bakal sisipin rencana ini dalam tiap doa gue. Bakal gue selipkan antara doa tentang dia dan tentang diri gue sendiri. Biar berada di tengah. Biar diri gue berada di akhiran. Siapa tau, Tuhan baik hati ngabulin berdasarkan urutan. Biarin, doa gue tentang dia dan tentang rencana ini duluan yang dikabulin. Biarin doa untuk gue sendiri agak terlambat, yang penting, gue bahagia ! 

Yang penting.....

Gue percaya !!!! 


Read More

Monday, January 8, 2018

Sisi positif patah hati.



Sejak dahulu, gue selalu percaya bahwa intensitas jumlah uploadan di Media Sosial berbanding lurus dengan tingkat kegalauan orang tersebut.

Semakin galau seesorang = Semakin banyak sesuatu yang diunggah.

Kira - kira, itulah yang gue sadari dari diri gue belakangan ini. Mau berenti, susah. Tak lain karena tujuan ngeupload-nya itu sendiri. Apalagi kalau bukan ngode ? 

Gue nulis ini sambil dengerin lagu Kangen Band.

Ngomong - ngomong Kangen Band itu bagus loh. Gue selalu suka sama lagu - lagunya sejak kecil. Kecil - kecil alay. Gue suka lagunya yang 'Pujaan Hati', keren aja. Terlebih, setiap kali dengerin lagu Kangen Band itu mentrigger kepala gue tentang masa dulu.

Gak jarang, dulu pergi beli kelinci sama mendiang Bokap. Bokap yang dulu baru keluar dari sel tahanan tiba - tiba sakit jadi berhalangan untuk bawa kendaraan, gue percaya dulu dengan segala kasih sayang, Bokap melawan rasa sakitnya untuk pergi beli kelinci bersama gue naik angkot.

Di angkot, lagu - lagu yang ada yah nggak jauh - jauh. Kalo gak Kangen Band, Peterpan, Wali (Belakangan ini denger - denger jadi Weli ya ? haha). Jadi, ada sejarah tersendiri tentang Kangen Band bagi kehidupan gue. Sekarang kelincinya udah nggak ada, Bokap juga. Sedih.

Lanjut, patah hati itu enggak enak ya. Selain karena sakit, titik utama yang diserang oleh patah hati adalah hati itu sendiri (ya iyalah). Yang paling parah dari patah hati adalah adanya trauma yang bersifat regresif bagi perkembangan hati itu sendiri. Jadi takut jatuh cinta. Tapi gue setuju sama Kemal Palevi, justru ketika kita patah hati, di situ kita bisa bikin karya - karya yang keren. Kayak ini. Yah, walaupun gak keren dan terbilang hanya untuk dinikmati sendiri saja.

Hari ini, tanpa adanya Dia yang tengah pergi entah kapan pulang, gue makin males untuk sekolah. Selain karena pelajaran yang begitu mudah yang bikin sekolah membosankan, gue juga tau bahwa hari - hari gue, nggak akan bisa bersapa ama dia. Well, jangankan bersapa, ngeliat aja kagak bisa.

Munculnya Blog yang bisa gue fungsikan sebagai diary sangat membantu gue yang sangat kesulitan dengan menulis tangan dalam mengabadikan momen - momen hidup gue.

Kali ini, diary gue diisi dengan seorang cewek berambut kuning dan lelakinya. Tadi, ketika istirahat jam makan siang. Cowoknya duduk di belakang gue secara tiba - tiba. Jelas, banyak bangku kosong di sekitaran, entah kenapa dia ambil di situ. Gue langsung siapin senjata setajam silet (karena memang silet), jaga - jaga kalo seketika dia menggila.

Oke, itu lebay.

Gue yang merasa kehadirannya membuat gue risih memilih untuk diam hingga dia membuka mulutnya untuk berbicara.

" Ada yang nanyain elo ya ? "

" Nanyain apa ya ? "

" Tentang gue. "

" Oh, ada. Tenang, lo gue puji - puji kok. Ikhlas gue ( PADAHAL KAGAKKKKKKKKKKKKK ). Eh, dai yang ngomong ke lo langsung ya ? "

" Iya."

" Liat dong chatnya, bagian itu aja kok. "

" Lewat telpon, waktu itu. "

Lalu ada hati yang patah.

" Oh, oke. "

Gue tutup kotak makan tanpa jadi menyentuhnya sedikitpun. Gue keluar, gue pergi ke tempat ternyaman di sekolah. Perpustakaan.

Memang saat itu, Dia udah pernah bilang ke gue untuk udahan mengejar dia. Ingin teriak rasanya ketika Dia mengatakan itu. Seandainya berhenti sayang semudah tutup mata, demi Dia, gue bakal terus tidur supaya mata tetap tertutup.

Namun galau membawa gue ke tulisan - tulisan masa lalu. Di sana, gue sendiri yang bilang bahwa enggak boleh cemen. Jadi, mungkin itu salah satu alasan gue tetap bertahan. Biar gak cemen.

Bukan mau ngerusak, atau jadi pihak ketiga. Yah, kita sama - sama tau, kalau sayang bisa apa ?

Menurut gue, orang yang bilang bahwa cinta gak perlu memiliki adalah mereka yang nggak pernah jatuh cinta sebelumnya.

Cao.
Read More