Monday, April 23, 2018

Jatuh Cinta di Depok.

Kali ini, adalah tentang sebuah tulisan ke sembilan puluh delapan. Tentang bagaimana masa tahun pertama di SMA.


Tepatnya, tentang satu hal yang mengesankan dan terlebih, tentang mereka - mereka yang terlewatkan.

Singkat cerita, ini adalah tulisan mengenai perjalanan hidup sang penulis satu minggu di Depok.

Mereka yang terikut sertakan dalam cerita ini, seperti :

Depok, bakal selalu jadi kota yang saya ingat. Terlebih, kamu membuat saya berbunga - bunga. Juragan Sinda, juga akan menjadi hal yang tak terlupakan, sejak dialah yang melindungi ketika hujan dan butuh istirahat ( Tinggal bilang kostan aja susah amat ). Saya juga berbicara dalam tulisan kepada Universitas Indonesia, yang akan menjadi salah satu tempat bersejarah bagi masa remaja saya, bagaimana kamu berhasil menjadikan diri saya sebagai pribadi yang lebih giat belajar demi kamu. Tapi terlebih, tulisan ini untuk kamu, Romilda. Percaya atau tidak, kamu adalah sosok obat ketika aku tidak menang kemarin. Teruntuk Romilda, kamu juga yang melawan kebosanan. Terimakasih atas ratusan postingan di akun Instagram-mu telah sedia melawan kantuk malam bersama saya. Percaya atau tidak, ini tentang kamu.

Alex memang begitu, sok romantis. Mending mukanya cakep, ya kan ? Ngomong - ngomong, sebelum lanjut cerita soal Romilda, gue ada satu pernyataan. Yang juga pernah gue tweet-in di Twitter lalu tenggelam di antara tweet lainnya, hingga gue tak bisa menemukan untuk dijadikan barang bukti dalam tulisan ini.

" Mereka yang ganteng dan cantik adalah makhluk paling beruntung di dunia ini. " 

Terlebih, karena mereka selalu punya kemudahan dalam berbagai hal. Gimanapun juga, mereka memang diciptakan untuk membuat kaum jelek iri ( gue ). Contoh singkat, ketika masih SMP, ada satu orang cewek yang gue dan temen gue saling perebutkan. Gue yang berusaha untuk mendapatkan justru kalah dengan dia yang hanya diam ( tapi ganteng ). Lalu, berakhirlah mereka sebagai pasangan yang bahagia di SMP. Gue ? berakhir di blog ini lagi. Untuk menulis, untuk mengingat, untuk bersenang - senang. Ada juga yang bilang bahwa mereka prefer cowok lucu ketimbang ganteng. Gue enggak percaya. Sekarang gini deh, kalian pilih Zayn Malik atau Azis Gagap ? HAH ?!

Hihihihi.

Satu hal lagi, tulisan kali ini beda. Terlebih karena gue menulis ini di kamar kost pertama gue. Juga nulisnya di laptop mahalan. Enggak tahu ini apa namanya, tapi di belakangnya ada apel yang keroak. Punya temen kost gue di kamar sebelah. Laptop yang kamera webcam mahalnya tertutup oleh solasiban hitam. Katanya, takut diintai secara diam - diam. Inilah, kebanyakan nonton tipi memang enggak bagus.

tempat nulis

Kamar Kost

Lanjut.

Sekitar beberapa hari yang lalu, lomba debate gue mulai. Yang gue rasakan ketika melihat para saingan adalah : astaghfirullah ! enggak apa - apa kalah, asal jangan malu - maluin. Gimana enggak, banyak banget Bule nya. Banyak banget manusia berkacamata sebagai tanda mereka pintar.  Gue dikerumuni oleh debaters lainnya. Sekitaran pada ngomong bahasa inggris. Yah, jujur - jujuran aja, inggris gue enggak terlalu bagus, apalagi di listening.  Beneran, banyak bule nya. Terlebih, mereka yang datang dari sekolah Gandhi. Wajah - wajahnya jelas berdarah Pakistan dan sedaerahnya. Ada yang cantik, ada yang lebih mirip unta. Dari mereka, ada juga yang manis, ada yang lebih mirip Rikishi. Bagi kalian yang enggak tahu, yasudah enggak usah googling, menyesal kalian.

Ada juga perwakilan dari sesama daerah gue, SMAN 2 Lampung. Soal mereka yang lolos dan terus menang sih bukan hal yang istimewa bagi gue, mereka emang bagus. Harus gue akui. Di sisi lain, ada yang dari Bandung, Jakarta, Tanggerang, bahkan Kupang. Untuk yang dari Kupang, gue baru tahu dan sadar, itulah definisi dari ' semangat '. Ada satu lagi, dari Malang.

Sekolah St. Albertus. Mereka mengirim dua tim. Salah satunya bertemu dengan gue di babak ketiga, salah satunya lagi ( yang gue harapkan ) jatuh cinta dengan gue sejak babak satu. Dari sana lah, Romilda berasal. Sosoknya adalah malaikat blaster darah Belanda - Indonesia. Lahir di Surabaya, 7 Februari dengan bintang kejora di ufuk timur. 

Bagi gue, St. Albertus adalah sekolah yang paling gue kagumi di perlombaan kemarin. Salah satu timnya yang bertemu dengan gue adalah saudara kandung. Tiga dari mereka benar adalah saudara kandung, dua di antaranya kembar. Mirip banget, sampai gigi gingsul nya pun sama. Heran. Heran tapi manis.

Tim yang lainnya, berisikan mereka yang berstatus sebagai senior. Berisikan dua sahabat kental tak terpisahkan. Romilda, Annas. Informasi yang gue dapat ini, tak lain dari usaha melawan kantuk semalaman.

Romilda memang tidak menang apapun. Tapi bagi gue, dia berhasil memenangkan hati gue. Dan patut dihargai. Maka dari situlah rencana nonton bioskop gue ama dia gue lambungkan tinggi - tinggi. Jangan - jangan dia mau. Tapi kayaknya, enggak.

"Rencana nonton ? Gila ya lu !" said every readers on this post.

Mengajak dirinya nonton mungkin memang adalah hal yang gila. Tapi bagi gue, penolakan dari dirinya lebih baik ketimbang gue harus merelakan dirinya menjadi Yang Terlewatkan. Gue rasa, selama ini Alex sudah menjadi sosok yang begitu bodoh. Jatuh cinta pada seseorang, tidak berani mengatakan. Lalu hilang begitu saja bersama waktu. Maka, mereka - mereka itulah yang sampai saat ini terlewatkan. Seperti sosok wanita SMP yang sekarang sudah di Medan. Salah satu penyesalan terbesar. Maka, dengan itu semua, gue putuskan untuk menjadi gila. Setidaknya, gue tidak akan gila karena penyesalan.

Tapi, kok cerita nya kayak loncat gitu ya ? Kok tiba - tiba bisa ngajak nonton ? Iya memang udah dijelasin, tapi kok bisa ya ? Emang udah kenalan ? Emang udah resmi kenalan ? Emang udah saling pollow pollowan di sosmed ? Pertanyaan seperti itu mungkin muncul dan belum terjawab. Ada satu yang sudah terjawab, Emang udah cinta ? Ya udah lah.

Jadi begini ...

Di antara mereka yang bule - bule itu, gue menemukan sosok Romilda. Dari awal, gue memang begitu bodoh dan lemah. Gue hanya berani menatap matanya sesaat dia tengahh asik bersama temannya. Ketika dia melihat gue, buru - buru pandangan itu gue hapus. Dan terjadi begitu terus menerus. Ada satu moment di mana semua peserta berkumpul di ruangan. Romilda dan kawan - kawan yang datang terlambat tak mendapatkan kursi. Gue rasa itulah saat yang tepat bagi gue. Saat itu mereka berada tepat berdiri di belakang gue. Gue putar badan, gue tatap mata mereka dalam - dalam. Mulai bangun, mengatakan dengan pasti : " Nih duduk di sini. ". Yang lalu dibahas oleh mereka : " Enggak usah. ". Lalu ada hati yang patah.

Temen - temen tim gue langsung pada ikut campur, " ditolak ya lex haha ". Yang lalu gue bahas dengan selaki - laki mungkin. " Hah ? enggak. Sengaja, gue mau ke toilet. " padahal gue udah pipis tiga kali saat itu. Lalu berakhirlah gue dengan alasan yang secara ajaib tercipta : pergi ke toilet. Posisi toilet cowok dan cewek di fakultas ilmu kesehatan / kedokteran memang bersebelahan. Di toilet fakultas kesehatan ada satu hal yang tak gue sangka : Romilda ada di depan. Entah lagi apa, rasanya tengah menunggu rekan setimnya. Namun yang jelas dia hadir bukan karena gue. Dia tengah meratap ke sisi lain fakultas kesehatan. Tinggalah gue yang membelakangi dirinya. Ingin sekali gue datang, mengajak bertukar nama lalu perasaan. Semua imajinasi itu muncul di kepala tanpa ada yang terealisasikan. Hingga gue terhenyak, lalu kembali ke ruangan bersama kepecundangan dalam diri gue.

Kali itu, gagal.

Setelah itu, berakhirlah gue dan peserta lainnya di pengumuman tim saipa yang berhak lolos ke babak selanjutnya. Selagi menunggu, ini yang hebat. Ini yang Tuhan janjikan bahwa akan ada pelangi setelah hujan. Serius. Gue yang memang merasa akan menjadi sosok paling tolol dan goblok se Indonesia kalau tidak kenalan, nekat modus. Saat itu, tim St. Albertus tengah bersama - sama duduk membentuk dua banjar tak beraturan. Yang gue tahu adalah, gue kenal dengan mereka  si kembar. Yasudah, tak lama - lama lagi. Tapi memang Alex adalah manusia paling cemerlang.

Gue tinggikan nada berbciara kepada mereka para si kembar, agar terusik lah mereka lalu menaruh sedikit perhatian kepada gue yang tak boleh gue lewatkan.

" Kalian gimana tadi ? " Kata gue dengan lantang pada si kembar.

Rencana gue berhasil. Salah satu dari tim lainnya notice gue. Lalu gue tatap, gue katakan dengan indah : 

" Kalo kalian, Namanya siapa ? " 
" Annas. " 

Kami berdua mengajukan tangan masing - masing, bersalaman.

" Alex. "
" Siapa ? " Gue rasa Annas tidak mendengar dengan baik.
" Alex. "

Gue kira, nama gue bakal diketawain. Mungkin saja itu terjadi, gimana kalo ternyata Alex adalah nama kucing peliharaan dia ? atau gimana kalau nama Alex adalah ternyata seekor anjing betina yang kena pergaulan bebas di komplek perumahan ? Yang kalo bunting, melahirkan, lalu ditinggal tanpa ada tanggung jawab dari pihak jantan. 

Tapi ternyata enggak, memang enggak kedengeran saja.

Lalu sampailah pada moment kebenaran.

" Kalo kamu namanya siapa ? " Kata gue ke sosok yang saat itu gue beneran enggak tahu namanya.

" Romilda, but it ' is kind of a hard name to say. Wait... " Kata dia dengan manis.

Diikuti oleh dirinya yang langsung bergegas mengambil telepon genggam. Tak lama, dia memberikan hape tersebut ke gue. Tertulis 'Romilda' di memo yang ia sengaja buatkan untuk gue. Lalu gue menafsirkan bahwa ia seperti meminta nama gue.

Kami menyodorkan tangan masing - masing. Bersalaman. Bersalaman. Bersalaman. Bersalaman. Bersalamaaaaaan. Satu moment penuh kehangatan mempertemukan tangan lembut dirinya dengan gue. 

" Alex. "
" Romilda. "

Kata di atas resmi terucap ketika sepasang insan tengah berjabat tangan.

Gue juga mengira, nama gue bakal diketawain. Mungkin saja itu terjadi, meski nama kucing kesayangannya adalah Coco, itu semua tetap bisa terjadi. Mungkin saja, dia tertawa akibat kegirangan telah menemukan dan berjabat tangan bersama masa depannya. Bisa saja, kan ?

hihihi.

Lalu tak lama tim gue ikut datang. Saling berkenalan. Lalu kami semua berbincang satu sama lain. Di antara perbincangan yang terjadi, gue hanya bersyukur dapat menikmati kesempurnaan dari dekat. Satu langkah inovatif yang perlu gue hargai dari salah satu tim gue :

" Do you guys have instagram account ? "

" Oh yeah yeah yeah." Kata mereka.

Sebelum lanjut cerita, ada satu hal yang mau gue sampaikan kepada temen gue : MAKASIH LOH YA.

Lalu semua pada bertukar instagram. Gue hanya menyodorkan kepada satu pihak, Romilda.

" Minta instagramnya juga dong. "

" Enggak usah, susah. Nih... "

Untuk kedua kalinya gue memegang Hape dia. Dia meminta dan mengalah, untuk membiarkan dia mem-follow akun gue duluan. Lalu gue temukan, entah apa yang ada di hidupnya, tapi instagramnya penuh dengan bahasa asing.

" Ini kok kayak gini haha. "

" Iya itu bahasa belanda haha. " diikuti sedikit tawa kecil yang tak pernah bisa gue lupakan.

Gue juga sempet nanya sedikit ketika saling ngobrol. Ternyata, dia memang sudah fasih berbahasa indonesia. Spesialnya, dia juga fasih berbahasa jawa, inggris, dan belanda. Bahasa jawa ? fiuh....

Lalu pengumuman tim yang lolos sudah tiba.

Gue kembalikan hapenya, lalu bersiap - siap menunggu kekecewaan. Sebelum pergi, gue katakan pada dirinya : " I will follow back later. "

" Iya, iya. " Sambil mengangguk.

Lalu gue pergi menjauh mengambil posisi terenak menerima kenyataan pahit tim gue tidak ada si daftar tersebut. Dari jauh, gue mlihat Romilda dengan lekuk kecil, tersenyum tidak sedih walaupun kecewa ketika menerima kenyataan yang sama seperti gue.

Selanjutnya satu ruangan ricuh terhadap mereka semua yang senang lolos dan mereka yang tak lolos, langsung mencari para juri menanyakan kenapa. Hingga gue, berakhir di kostan ini lagi. Malam - malam bersama cinta.

Ruang kepala mulai dipenuhi oleh sosok bidadari dari malang. Jujur, pertama dan terakhir kali gue ke malang adalah ketika Study Tour SMP. Jujur gue kangen suasana di sana. Beneran. Apalagi Batu Night Spectacular. Apalagi setelah ini, Romilda. Perasaan gue pengin pindah ke Malang makin menjadi - jadi, ah dasar.

Lalu,

Tapi memang sudah digariskan begitu adanya, Alex adalah manusia paling cemerlang sekaligus goblok. Ia kembali memberikan beberapa pesan melalui direct message kepada si Kembar. Tentang rencana nonton.

Padahal, ya kalian tahu lah, apa maskud gue.

" Ajak yang lain ya. Biar kita ramai - ramai, kan asik. "

Padahal, sebetulnya. Si kembar hanya perlu membawa satu orang. Siapa lagi ?

Tapi memang Alex juga digariskan untuk selalu menerima penolakan dalam hidupnya. Mulai saat ini, kalianlah yang akan melanjutkan ceritanya. Gue nggak kuat menulis lebih lanjut tentang penolakan ini. Biarkan diri kalian menerka sendiri apa yang terjadi.

Bagi gue, penolakan adalah selalu tentang pembelajaran. Dan pembelajaran adalah segalanya tentang memperbaiki. Tapi, setelah sebegitu banyaknya penolakan dan pembelajaran, mengapa masih ada mereka yang terlewatkan ?

2 comments: