Sunday, April 15, 2018

Lost In Time



Ini adalah pukul sembilan lewat, satu hari setelah pengalaman mengagumkan. Kalau ingin diceritakan sejak awal, baiklah. Saya mengalah untuk menceritakan. Toh, saya suka bercerita.


Semenjak sebulan lalu, bagi mereka yang memperhatikan atau diperhatikan sekolah tersulap menjadi layaknya stasiun kereta. Calo di mana - mana. Heran. Jelas sekali, sejak sebulan lalu adalah hari - hari menjelang tugas tahunan angkatan kelas dua, Teater.

Bagi mereka yang memperhatikan, mungkin hari - hari di sekolah butuh sedikit bumbu action. Tak lain tak bukan, demi menyelamatkan uang jajan dari jahatnya para calo yang menyamar atas nama kelas dua. Ketika jam istirahat, ada yang pura - pura tidur ketika melihat gerombolan calo, ada yang langsung ngibrit ke toilet entah karena kebelet, atau lebih memilih mati diracun aroma toilet ketimbang membayar lima belas ribu. Gue ? tetep ke perpustakaan. Biarin, walau di sana tetep ada calo, setidaknya perpustakaan adalah tempat suci bagi gue. Toh, tempat suci tidak boleh dijadikan pusat penjualan ( baca alkitab makanya. ).

Berbeda bagi mereka yang diperhatikan. Yang gue maksud dengan mereka yang diperhatikan adalah, mereka - mereka yang ( bisa jadi ) terkenal atau justru tidak terkenal. Bagi mereka yang terkenal dan diperhatikan harus siap - siap melayani tawaran ajaib dari para calo. Ajaib hanya dengan mengucapkan sebaris kalimat, semua terhipnotis ; " Tahun depan kalian juga begini, awas aja karma ! ". Kalo dipikir memang bener, sialan. Lanjut, bagi mereka yang tidak terkenal, tak perlu takut. Lanjutkan saja segala kegiatan yang tengah dilakukan. Lagi makan ? makan aja terus. Para calo biasanya tidak tertarik menawarkan kepada mereka yang tidak terkenal. Rasanya bukan karena mereka pilih - pilih tapi karena mereka nggak mau dinilai mengganggu atau sekadar sokkenalsokdeket. 

Gue ? ya jelas. Sejelek - jeleknya, gue masuk jajaran mereka yang terkenal. hihihi.

Dalam satu angkatan terdiri dari tujuh kelas, mengartikan bahwa akan ada tujuh penampilan teater. Dijumlah dengan harga tiket, cukup untuk membunuh uang jajan selama seminggu. Cukup banget. Gue beli empat dari tujuh. Mungkin mau beli lagi semuanya. Proses terhipnotisnya gue untuk menambah tiket adalah hasil hipnotis dari teater terakhir yang gue tonton. Jujur, ada dua kelas yang pengin sekali gue tonton. Sampai - sampai, gue ada niatan membeli sebelum ditawari. Setidaknya, ada niat. Kenyataannya, gue lagi dalam perjalanan ke toilet berhasil ditodong di tengah jalan. Toh gue emang mau beli, " Yaudah, catet - catet. " seraya ngibrit ke toilet.

Nama teaternya bakal gue jadiin judul tulisan ini. Sebagai apresiasi gue telah menghantui pikiran belakangan ini. Entah pikiran atau perasaan ? hayoo.

Yang gue tonton kemarin adalah mereka yang dari kelas IPA. Entah kenapa, sejak awal gue kepingin nonton kelas yang ini. Mungkin, karena kelas mereka adalah saksi paling sering misi bolos ke perpustakaan. Istirahat, atau tengah pelajaran gue sering ke perpustakaan. Sebetulnya, gue sering bolos pelajaran. Dan, gue melakukan itu atas dasar kepingin saja. Merasa capek gitu di kelas. Toh gue gak kemana - mana kok. Hanya di perpustakaan. Gue juga nggak takut dimarahin kalau dipergok tengah tertidur di perpustakaan. Sekolah kan melelahkan, apa salahnya gue untuk istirahat sejenak ? Iya nggak sih ? nggak ya ? Yasudah.

Oiyah, tulisan ini juga nggak atas pengaruh siapa - siapa selain diri gue sendiri. No one else but me. Sudah berapa kali gue katakan, bahwa segalanya dari blog ini adalah apa yang mau gue tulis. Meski ada yang meminta untuk menuliskan, tanpa dia suruh juga gue bakal tulis. Tak lain, karena ini adalah pengalaman hidup yang tak boleh terlewatkan begitu saja.

Sebetulnya, gue pengin sekali menilai teater ini secara penuh. Namun, apalah daya gue. Tulisan dari seorang Alex yang bukan siapa - siapa tak akan merubah apa - apa. Jadi, ketimbang jadi apresiator yang lemah, mending menjadi Alex yang kuat. Kan begitu...

Bagi mereka yang sering membaca dan mencerna ( kayak gue ), teater kali ini jelas banget dari judulnya. Lost in Time. Yah nggak jauh - jauh akan membahas sesuatu mengenai waktu. Ditambah, sejak awal penonton sudah disuguhkan dengan beberapa tayangan dan adegan mengenai waktu. Secara singkat, susunan acaranya adalah live music, short movie, teater, dan beribu - ribu live music. 

Di awal, gue sudah takut bahwa ini adalah sesuatu yang nggak worth it. Bukan soal lima belas ribu,   ( karena jika gue harus membayar seratus ribu pun akan gue tonton ) tapi karena waktu itu sendiri. Mereka membahas mengenai waktu, tapi apakah itu worth it untuk ditukar dengan waktu yang gue punya ? Bingung ya, sama.

Sejak awal, gue rasa, bukan cuma gue yang menduga bahwa acara ini akan berjalan tidak sesuai ekspetasi. Terlebih, di bagian Short Movie. Bukan karena jelek, sama sekali bukan karena jelek. Tapi karena nggak cocok. I think, spending the first hour with unguarantee good clasification movie was not a good idea. Gue katakan bahwa gue sangat cinta dengan segala konsep yang ada, termasuk konsep cerita dari film yang ditayangkan.

Tapi tapi tapi.

Gue katakan bahwa itu tidaklah cocok, sederhana karena berbagai masalah teknis itu pasti muncul dan ada. Dari mulai, audio film yang tidak jelas, layar yang kurang lebar, dan lain - lain. Hasilnya, penonton harus menelan pahit - pahit tontonan. Tanpa tau secara jelas cerita akan berlabuh ke mana, ditambah begitu lamanya kehadiran short movie itu, rasanya itu semua adalah faktor yang menjadikan penonton lain menguap di awal - awal.

Jika harus dikatakan seblak - blakan itu, sederhana. Menaruh tayangan amatir yang memakan durasi bukanlah ide bagus. Sekali lagi, semuanya adalah dari kacamata gue yang bukan siapa - siapa. Sekali lagi, bukan karena short movie nya jelek tapi karena tidak cocok. Toh, gue sendiri menikmati dan paham alur ceritanya. Gue juga menikmati kok dan pengin juga punya file nya kalau bisa. Ada satu pertanyaan yang sengaja nggak mau gue jawab secara terang - terangan mengenai kesukaan gue terhadap short movie atau teater nya sendiri.

Suka karena bagus atau karena ada seseorang ? 

haha.

Gue katakan bahwa ini memang bagus ( banget ), tapi gue nggak mau menjawab pertanyaan itu. Sengaja. hihihi

Selanjutnya, adalah bagian favorit dari gue. Teater. KEREN BANGET. SAYA SUKAAAAAAAAAAAA.

Pentonton, setidaknya bagi gue, berhasil diajak untuk menerka - nerka jalan ceritanya ke mana. Ditambah dengan akting, penempatan tokoh, yang tepat menghadirkan berbagai sensasi. Ada satu wanita yang tersulap oleh badana menjadi makin cantik, ada wanita lain dengan bawahan merah jambu serta rambut bergelombang membuat gue tersenyum sendiri, ada wanita lain menyanyikan fight song yang  menyadarkan gue sebagus itu lagu Rachel Platten, ada juga wanita berbaju hijau army dengan ikat di kepala yang membuat gue terhenyak pun terpaku dengan penampilannya, ada juga pria yang ganteng, yang membuat gue jatuh cinta. Loh, kok. KOK.

Mungkin gue nggak bisa jelasin bagaimana semuanya terjadi secara jelas. Meskipun gue beberapa kali mendengar backsound yang tidak cocok ( setidaknya buat gue ), kesalahan teknis, dan lainnya. Tapi peristiwa gue kagum dengan acara ini adalah segalanya proses alami.

Satu - satunya hal yang gue sesali di acara ini adalah mereka yang menonton, kebanyakan adalah bagian dari hidup gue. Maksdunya, mereka adalah orang - orang yang kenal gue, dan gue kenal mereka. Dekat dengan hidup gue, tidak jauh - jauh. Mungkin, ini juga adalah alasan mengapa gue lebih sering diam - diam nonton bioskop sendirian. Orangnya random. Lantas mengapa ? sederhana karena gue dapat mengekspresikan diri gue secara jelas dan terang - terangan. Mau nangis ya nangis, ketawa ya ketawa. Berbeda dengan menyaksikan bersama orang yang kita kenal di sekitar. Kalian paham kan maksdunya ? Jelas, ini sepenuhnya bukan lah salah mereka atau salah siapa - siapa. Hanya memberitahu, okai ?

Satu hal juga yang harusnya menjadi tanggung jawab mereka adalah, gue jadi bimbang untuk menonton teater selanjutnya atau tidak. Di satu sisi gue tidak ingin, karena sadar bahwa dari mereka adalah cukup dan tidak boleh dirusak oleh teater lainnya. Atau, di sisi lain ketika gue kepingin parah nonton yang lain karena standarisasi tak langsung oleh mereka membuat gue percaya bahwa semua teater adalah bagus adanya. Gue sudah beli beberapa yang ingin gue tonton, namun berhalangan. Membuat gue sedih tak mampu hadir. Beberapa hari dari tulisan ini diciptakan, gue akan pergi ke depok. Universitas Indonesia. Untuk mengikuti debate competition. Mengartikan gue berhalangan untuk hadir untuk beberapa teater. Yah, intinya sih, back to reality yang mana, selalu saja melelahkan. Bukan begitu ? Begitu bukan ?

Gue rasa, dengan segala kerja keras mereka, semuanya terbayar. Bagi gue, kesalahan yang mereka buat segalanya adalah acceptable dan tidak merusak seluruh penampilan sedikitpun. Bagi gue, penampilan dan perlombaan adalah hal yang jauh berbeda. Mungkin, itulah mengapa gue lebih suka hadir di penampilan ketimbang perlombaan. Bagi gue, yang harus ada dalam penampilan adalah penghiburan, berbeda dengan perlombaan yang harus ada kesempurnaan.

Bagi gue, kehadiran wanita atas nama merah jambu kemarin sudah sepenuhnya mengisi tengki hiburan yang gue butuhkan. Mereka bukanlah penampil yang sempurna, tapi sangat menghibur. Dan itu cukup.

Menyaksikan dengan kondisi gelap hingga terang di akhir kala teater selesai, menyisakan berbagai perasaan yang tercampur aduk. Bawa perasaan, itukah namanya ? Setelah beberapa waktu gue habiskan untuk memikirkan perasaan apa yang paling tepat, akhirnya gue menemukan. Kemarin, tepatnya ketika menyaksikan teater, perasaan itu jelas sekali muncul. Cintakah ? tentu bukan. Saya beritahu sekarang juga, kemarin, saya sebagai penikmat merasakan satu hal, seimbang.

10 comments:

  1. Saya yang pake baju hijau army. Makasih, ngefans banget saya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Besok kita makan bakso, atau mie ? Atau mau cokelat saja ?

      Delete
  2. siyap kak
    selamata mengalaminya tahun depan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan dipikirin.

      Denger - denger, hidup begitu indah ketika aku nikmati, mulai menyebalkan sesaat ketika aku mulai pikirkan.

      Delete
  3. Gw nya ga di review? :)

    ReplyDelete