Sunday, October 7, 2018

some birds aren't meant to be caged

Pernah ada perkataan,,,

Setiap kali kita jatuh cinta, IQ kita turun 10 poin. 

Gue setuju, meskipun penurunan IQ 10 Poin tidak terjadi pada gue ( gue 100 poin ), tapi gue rasa itu benar.

Sejak awal jatuh  cinta dengan Min, gue memang merasa menjadi pribadi yang lebih bodoh, dann,, lebih rapuh. Bukan, bukan karena Min yang memberikan dampak buruk. Tapi,,, entah ini gue doang atau semua merasakan ini :

Ketika jatuh cinta, gue jadi rela mengorbankan banyak hal dalam hidup gue. Uang, waktu, kesabaran untuk selalu mengalah, dan lain - lain. Sederhananya, apapun yang Min minta, butuh, bakal gue usahain dan bakal gue berikan. Kecuali Min minta harga diri gue, nggak akan gue kasih ( karena gue gapunya. ).

Yang paling parah adalah,,, saat - saat ini, gue selalu pengin bersama Min. Kalo di sekolah, gue selalu berusaha nemenin ketika Min lagi sendiri, ketika lagi nunggu jemputan, ketika lagi muram, beliin makanan di kantin lalu kembali menapaki tangga yang banyak, buangin sampah. Tunggu, sampe sini, gue udah mirip budak belum ? Hihihi
Enggak. Gue enggak masalah sama sekali dengan itu. Enggak jarang, gue harus menelan berbagai penolakan secara bulat, enggak jarang harus tahu diri agar tidak mengusik kenyamanannya. Toh begitupun, gue selalu senang. Mengapa bisa senang, yahh mungkin karena perasaan jatuh cinta memang selalu menyenangkan.

Ketika jatuh cinta, kita terangsang seratus persen untuk selalu memberikan yang terbaik buat pasangan. Nah, itu. Yang dulu males banget untuk menjaga penampilan, sekarang  mulai berubah, kita enggak ngomongin muka loh ya, kalo muka gue ... Gimana cara mengusahakannya ?
Yang dulu males banget belajar matematika, sekarang,,, males juga sih. Tapi,,, ya gitu deh... Pokoknya, meskipun kelihatannya gue seperti budak, tapi gue senang menjalani profesi ini.

Sampai rumah, gue selalu berusaha nemenin ketika Min bosan, mencoba memberikan berbagai hiburan, yah meskipun Min selalu membalasnya dengan datar atau bahkan, tak perduli. Tapi enggak apa - apa. Yang penting Min bisa lepas  dari belenggu kebosanan dan melanjutkan hidupnya dengan bahagia.
Enggak jarang gue nungguin Min belajar,ngerjain tugas. Kadang gue bantuin belajar. kadang gue bantuin tugas Min. Sebisa gue,, apapun gue lakuin. Orang - orang pada nanya, Kenapa ?
Pertanyaannya bodoh banget. Ya jelas, karena gue sayang dan, di satu sisi gue pengin dia bisa istirahat lebih awal, di sisi lain, gue pengin bisa selalu bersama Min tanpa ada halangan apapun.
Usahaa guepun gak selamanya berhasil, kadang kecewa dengan diri sendiri. Seperti pas Min lagi belajar, gue diam - diam tertidur. Padahal gue udah berusaha untuk tidak tertidur. Ketika MIn yang mungkin ketiduran di malam yang lebih awal, gue nungguin sampe sebisa gue. Lalu gue buat jadwal alaram bunyi setiap 45 menit sekali sampai pagi hari. Yang gue pikirkan adalah, gimana jika Min tiba - tiba terbangun dan tidak punya siapa - siapa ?

Misal Min secara sengaja atau tidak tertidur pada pukul 7 malam, gimana kalo dia terbangun pukul 3 pagi  dan lalu tidak bisa untuk kembali tidur ? di saat - saat seperti itulah, gue pengin diri gue selalu ada untuk menemani.

Tapi enggak jarang, gue gagal.

Ternyata, dari semua usaha itu, ada yang berhasil ada yang kagak. Ada yang bikin Min senang,, dann,,, ada yang bikin Min merasa risih. Sering, kehadiran gue di hidupnya membuat Min risih.

Mungkin hal itulah yang tengah Min rasakan terhadap gue. Min membutuhkan waktunya sendiri untuk tidak bersama gue. Yah, okay. Dibilang sedih, ya pasti. Kembali lagi,,, tahu diri  itu lebih penting daripada tahu tempe. Nah loh.

Jadi gini. Kebetulan hari sabtu di sekolah sudah diliburkan. Kemarin, sabtu menuju minggu, di sore harinya, gue pergi bareng Min, dan kawan - kawan.... Hingga hari mulai sore, lalu kami berpisah di tempat masing - masing.

Enggak lama, gue memang pengin pergi menginap di rumah salah satu temen gue, Indra namanya. Bali asalnya. Sabtu 6 Oktober kemarin, mungkin adalah hari Sabtu terberat yang pernah gue jalani.  Malam - malam, ada sebuah pertengkaran hebat antara gue dan Min.  Berakhir dengan sebuah pernyataan bahwa Min ingin sendiri tanpa gue sampai waktu yang tidak ditentukan. Hiks. Yah jika itu memang kehendaknya, siapakah gue bisa melarang ?
hari ini hari minggu. Pagi - pagi di rumah Indra, bersama satu teman menginap yang lain, gue  minta dan nggak sabaran untuk pamit pulang. Rasanya, gue terlalu letih untuk terus bermain. Gue tahu ada yang tidak beres dengan kondisi hati, mungkin butuh istirahat. Yasudah.


Gue pulang dengan membawa tanggung jawab mengantarkan teman menginap gue satu lagi sampai ke rumah dengan selamat. Tapi enggak itu saja, pikiran gue terganggu sepanjang perjalanan.Ya apalagi kalo bukan mikirin ....
Lalu gue pengin sekali datang ke rumah Min. Datanglah gue ke rumah Min, rumah lama nya. Beneran deh, tanpa tahu arah dan tempatnya secara pasti, gue coba - coba aja. Gue keliling berduaan. Ketemu ? Ya kagak lah. Jelas enggak tahu apa - apa. Lalu berakhirlah kami berdua di rumah teman kami yang lain, Sapay namanya. Sapay, sudah beberapa kali muncul dalam blog gue. Tapi di tulisan awal - awal.

Setelah dari rumah Sapay, langsung gue antarkan teman gue tanpa berkunjung ke tempat lain lagi. Sampai dengan selamat, sisalah gue sendirian di atas motor pada pukul setengah dua belas siang. Beneran, kali ini, gue hanya tidak ingin pulang begitu saja. Jauh - jauh dari rumah  teman yang gue antar, gue balik lagi mencari rumah lama Min. Kali ini, sendirian. Enggak tahu kenapa, gue beneran punya keyakinan bisa menemukan. Modal yang ada di kepala gue cuma serangkaian gambar - gambar kabur di kepala yang gue lihat dan ingat dari foto kecilnya Min di rumah tersebut. Potongan gambar yang ada memang enggak beraturan dan tidak menjadi satu kesatuan.

Tapi balik lagi, gue yakin ketemu !

Dengan keyakinan itu gue balik lagi. Masih enggak  tahu secara tepat di mana rumahnya, gue kembali ke tempat tadi. Kali ini, sendirian.

Dannn,, ketemu ! Ternyata, rumahnya enggak sejauh yang gue kira. Pas pertama kali dateng tadi bareng temen, gue telusurin aja jalan yang ada. Sampe ujung, sampe ke wisata pendakian gunung. Gila !

Jalannya yang rusak, bikin gue berkendara secara lambat, tapi dengan kelambatan itu, gue tersadar dan menemukan rumah yang dimaksud. Potongan gambar - gambar yang ada di kepala seketika menjadi sebuah lukisan yang nyata. Muncul senyum tipis di bibir.

Tanpa tahu dan yakin harus berbuat apa, gue kembali pulang. Baru dua, tiga menit berkendara, gue ngeliat bapak - bapak membawa burung yang banyak di pundaknya. Jumlahnya lumayan banyak, sekitar 40 - 50 ekor deh kayaknya. Entah deh, namanya apa. Tapi kalo enggak salah, burung emprit atau burung gereja? atau burung pipit ? namanya. Nih yang kaya gini fotonya  :

fotonya dari gugel ya kawan kawan. sebagai ilustrasi saja !
Gue berhentikan motor, lalu bertanya.

"Berapa Pak ?"

"2 Ribu satu ekor."

"Itu ada berapa ?"

"40 - 60an ekor deh kayaknya."

Terjadi sedikit negosiasi.

"Saya bayar 100 ribu untuk semuanya boleh pak ?"

"Boleh - boleh."

Akhirnya, gue beli semuanya. Bukan, bukan gue mau jualan atau jadi reseller. Semua burung yang ada, gue dan bapak itu lepasin terbang bebas.  Daya jelajahnya seluas semesta tapi kasian kalau hanya berada di sebuah jeruji kawat.
Ada yang keluar kandang langsung terbang ngibrit, ada yang enggak mau terbang. Ada beberapa burung yang nempel di badan gue, lalu pergi melanjutkan kebebasannya. Gue senang.

Alhasil, satu lembar seratus ribuan terakhir harus hilang. Tapi enggak apa, gue senang. Lalu gue melanjutkan perjalanan pulang. Setelah jauh - jauh mencari rumah lama Min, dan Membebaskan 50 ekor burung emprit, baru saat itu juga, hati gue tenang. Pulang, dan berakhirlah di sini.

Kedatangan Min yang gue tunggu di bar notifikasi hape enggak kunjung datang. Entahlah, gue memang pribadi yang menyebalkan. Yah,, gitu deh.

Kamu,, jangan pergi.



Read More