Sunday, March 28, 2021

Peristiwa Pencopetan Hati Aurel

(Cerita ini akan dilanjutkan pada postan mendatang (kalo gue enggak males)) 


Ini adalah cerita saat gue masih SD. Tepatnya, kelas satu SD. Pertama kalinya, gue suka sama cewek. Kelas satu SD. Namanya Aurelia. Cewek paling rajin satu jagad Sekolah Dasar. Dia adalah tipe cewek yang selalu dibawakan bekal, botol minum Tupperware mahal dan besar, dan dia adalah sosok cewek yang sebelum sampai di sekolah, wajahnya dibedaki oleh Ibunya. Oh iya, dia juga adalah sosok cewek yang jika sedang sekolah, Ibunya tetap menunggu kepulangannya. Itulah dia, Aurelia.

Lalu ada gue, teman sebayanya, yang tidak pernah dibawakan bekal, enggak pernah bawa botol minum ( bukan berarti gue minum air keran ), dan asap rokok adalah foundation sekujur tubuh gue. Satu SD, juga bukan lagi moment di mana gue menjadi anak yang dimanja, yang ditunggu kepulangannya oleh orang tua gue. Memang dulu, saat di Taman Kanak – Kanak, gue selalu ditungguin oleh  Ibu gue. Semua itu berubah saat di mana, TK, gue berak di celana.

“Mamanya Alexander, Mamanya Alexander tolong datang” Teriak Ibu Devi, Guru TK gue, ke suatu arah tempat para Jeng sedang berkumpul.

Gue ? Gue di sebelah Ibu Devi dengan celana berlumuran benda cair berbau tidak sedap. Gue sendiri enggak tahu apa yang baru saja gue konsumsi sehingga menimbulkan bau tikus mati seperti itu.

Dari kejauhan, gue melihat Ibu gue berangkat dari tempat duduknya

“Syukurlah” Ucap gue dalam hati.

Ternyata, Ibu gue, mengarah ke arah gerbang keluar sekolah dan bukan ke arah gue.

Saat itu, gue patah hati. Tapi sekarang, gue paham, bahwa Ibu gue memang harus melakukan itu. Ya, kabur demi menyelamatkan harga dirinya di antara Jeng – Jeng yang lain.

Namun, Ibarat insting seorang Ibu yang tidak akan pernah meninggalkan anaknya yang berlumuran tinja, nyokap gue Kembali membawa celana seragam baru dari balik jok motornya. Saat itu, gue berpikir

“Waw, Ibuku adalah sosok yang mempersiapkan segalanya”

Namun, sekarang gue jadi kepikiran, kenapa nyokap gue bisa – bisanya mempersiapkan celana cadangan untuk anaknya? Apakah dia setidak percaya itu bahwa anaknya mampu melewati hari – hari sekolah tanpa berlumuran tinja ? Tapi bagaimanapun juga, tebakan Ibu gue saat itu, benar seratus persen.

Lalu terjadi percakapan antara Ibu Devi dan Ibu gue.

“Aduh, udah enggak apa – apa Ibu, Namanya juga anak kecil.” Ucap Ibu Devi menenangkan Ibu gue yang saat itu martabatnya harus terserang di depan Ibu Ibu lainnya.

“Iya Ibu aduh maaf banget ya ngerepotin. Iya ibu, si Alex masih kecil. Udah sini gapapa biar saya aja yang bersihin Bu.” Bales Ibu gue.

Saat itu gue terharu, nyokap gue mau melakukan semua itu demi gue.

“Udah lex gapapa, ayo ke WC.” Dia berkata sambal tersenyum seolah – olah menutupi sebuah kebenaran yang sudah lama ditutup – tutupi. Seolah – olah dia berkata

“Alex, kamu Bego.”

Untungnya, di saat itu, Aurel tidak ada di TKP (Tempat Kejadian Pemberakan).

 Itulah gue, seorang laki – laki dengan intelegensi selevel coklat coki - coki, menghabiskan banyak waktu di warnet, dan sama sekali tidak terawat. Tapi itulah juga gue, sosok yang nekat bukan main, berani menaruh hati untuk wanita selevel Aurel.

Gue dan Aurel, kita bukanlah teman satu kelas. Hal ini tentu mempersulit gue untuk bisa mencari perhatian dia dari dalam kelas. Satu, karena kita tidak di kelas yang sama. Dua, karena gue tolol nan bego. Pernah sekali pada saat pelajaran penunjukan jam, Ibu Uni ngasih gue replika jam,

“Alex, coba tunjukin Ibu Pukul 10.15”

“Ibu, waktu adalah hal yang fana, waktu bukanlah untuk ditunjukan, tetapi untuk dijalani.”

Gak lama, gue diusir.

~

Aurel adalah sosok yang jika sekolah masuk jam sepuluh pagi, dia sudah siap di sekolah sekitar jam delapan pagi. Tentu, karena dia akan menghabiskan waktunya untuk belajar dan makan bersama Ibunya. Gue pun begitu. Jika sekolah masuk jam satu siang, biasanya, gue udah siap sekitar jam sepuluh atau sebelas siang. Bukan. Bukan untuk belajar. Tetapi untuk main benteng atau polisi-maling.

Dulu gue adalah sosok yang terkenal sebagai ketua geng dalam dunia per-polisi malingan. Karena pada saat itu, kemampuan lari gue adalah salah satu yang tercepat ( Kemampuan ini gue dapatkan dari Latihan menghindari pukulan emak gue di rumah). Begitu juga dengan Steve, dan Nugra, teman bermain gue saat itu. Steve dikenal juga memiliki kemampuan lari yang cepat, sampai – sampai pernah terjadi kecelakaan yang cukup mengenaskan yang melibatkan Steve dan Ibu – Ibu penjual bakso. Pernah juga, dia lari nyeker dan dikejer rame – rame, sambil bawa ayam (belakangan diketahui bahwa Steve memang nyuri ayam). Berbeda dengan Nugra, yang tidak memiliki kemampuan lari yang cepat, tetapi, setiap dia lari, gerakan dia seperti bebek. Jadi, kita selalu ajak dia main untuk jadi regu polisi. Biar jika dikejar Nugra, ada sensasi – sensasi lagi dikejar hewan bermoncong panjang.

Ya. melalui olahraga kasar seperti itulah, satu – satunya kesempatan gue untuk bisa mencari perhatian Aurel. Pikiran Gue setiap kali berlari adalah berharap Aurel, yang sedang membaca buku di taman sekolah, sesekali melihat gue yang sedang dikejar oleh lebih dari satu orang dan tidak kena – kena. Lalu Aurel akan berkata, “Hebat sekali Pria itu.”

Enggak jarang,  rute lari pun gue usahakan sedemikian rupa lari ke sekitar tempat Aurel belajar. Biar dia menyadari kehadiran gue. Pernah juga gue atur rencana bersama Steve.

“Steve, gue mau lo jadi asisten gue kali ini.”

“Siap Lex.”

“Gue akan lari ke arah Aurel, dan lo akan kejer gue ke arah sana. Lo akan berusaha ngejer gue, tapi enggak kena – kena. Kalo bisa di antara proses pengejaran itu, lo selipkan kata – kata pujian untuk gue. Seperti “Alex udah ganteng kok larinya kebut banget, Macho!” Seperti itu. Oke ?”

“Lex, ini jijik. Tapi ok”

“Nanti gue traktir Es Ibu Slamet di samping sekolah.”  

“Deal.”

“Deal.”

Tak lama kemudian, scenario mulai kami jalankan.

“Aurel sudah berada di posisi” Kata gue.

“Oke.”

Gue mulai lari sekenceng – kencengnya. Saat itu, potensi maksimal gue sebagai tukang copet gue keluarkan demi mendapatkan perhatian Aurel. Steve, tidak lama mulai mengejar ke arah gue. Melalui ujung bola mata gue, gue bisa sedikit melihat ke arah belakang. Steve lari sekencang – kencangnya juga. Bedanya, kali ini dia tidak berlari membawa ayam.

Seperti yang gue bilang, Gue dan Steve adalah sosok yang terkenal karena punya kemampuan lari paling cepat di antara yang lain. Ini adalah momen Langka, di mana kami berdua masing – masing mengeluarkan potensi terbesar kami sebagai pencopet bersamaan. Saat itu, semua mata tertuju pada kami berdua. Begitu juga dengan Aurel. Saat itu gue seneng, rencana gue mulai mengindikasikan keberhasilan. Gue dapet perhatian Aurel.

Saat itu kami berdua lari, semakin dekat ke arah Aurel yang sedang belajar di bawah pohon besar. Aurel melihat kami berdua berlari ke arahnya.

Tiba- tiba,

“JDAKKKKKKKKK”

Steve tidak sengaja terpleset plastik es ( yang gue curiga, bekas plastik es Ibu Slamet samping sekolah). Steve tergeletak tidak berdaya di paving sekolah gue. Untuk jatuh dalam kecepatan seperti itu  gue khawatir Paru – paru Steve melorot ke selangkangan dia. Steve sempat tidak bergerak untuk sesaat. Lalu akhirnya terbangun. Mukanya hancur. Alisnya somplak, Idungnya bedarah, bibir pecah – pecah, dan terlihat sedikit gejala gangguan kehamilan. Gue terdiam, Aurel terdiam, teman – teman yang ikut bermain terdiam. Hanya suara Ibu – Ibu yang teriak minta tolong yang mengisi keheningan.

Enggak lama, si gila Steve, bangun dan melanjutkan proses pengejaran terhadap gue. Gue hargai profesionalitas Steve. Namun yang lebih tololnya lagi, gue ikut dan kabur lagi. Steve mengejar gue dengan wajah penuh darah. Saat itu, gue berasa lagi dikejer boneka Chucky yang sudah akil balik. Saat itu semua orang langsung teriak dari kejauhan,

“Udah woi udah udah”

Akhirnya kami berdua berhenti, Steve lalu dilarikan ke UKS sekolah.

Sisa lah gue termenung. Dari jarak yang tidak seberapa jauh, gue melihat wajah Aurel yang memberikan ekspresi kecut ke gue. Saat itu, rencana gue gagal total. Usaha gue untuk terlihat keren sebagai laki – laki di mata Aurel, justru menjadikan gue terlihat sebagai pembunuh bayaran.

Setelah itu, orang – orang mulai kembali menata aktivitasnya. Teman – teman yang lain pada udahan. Sepertinya karena trauma. Ibu – ibu kembali bergosip. Gue ? duduk dan menyendiri, menyadari betapa hancurnya kesempatan gue membuat Aurel bangga dengan keberadaan sosok laki – laki macho seperti gue.

Aurel ?

Dia tiba – tiba hilang.

 

 

 

 

Read More

Saturday, March 20, 2021

agar tidak sama - sama luka dan saling pergi, antara datang dan kini pergi.

Hari ke sebelas tanpa Min. Beberapa waktu lalu, gue putus sama Min.

Min, malaikat paling anggun se jagat raya SMA gue. Sosok paling cantik satu SMA. Sosok yang baik hati dan tidak suka berbohong apalagi dibohongi. Sosok yang gue bilang manis, yang punya wajah mirip orang Belgia. Yang hidungnya mancung namun sedikit tumpul. Sosok yang punya perasaan yang bundar, bulat, dan tidak bersudut. Sosok yang selalu gue sayangi tiga tahun belakangan ini. Sosok yang muncul dalam beberapa tulisan gue,,, kira - kira di beberapa tulisan di bawah ini. Tulisan tentangnya, belum tentu hanya terbatas pada tiga tulisan di bawah ini. Tentu, atau mungkin, masih ada yang lain yang gue lewatkan. Tapi kira - kira, ada di tiga tulisan ini.


Sebagai penulis yang baik, gue akan rangkum semuanya untuk kalian.

Sederhananya, Min adalah sosok yang gue temukan sesaat gue berada di masa SMA. Ialah sosok yang membuat gue tergila - gila sejak hari pertama SMA. Tentu saja, karena kecantikannya. Usaha gue mendekati Min dimulai bertepatan dengan Piala Dunia 2018 di Russia. Min adalah sosok yang tidur di pagi hari dan pada saat itu, Piala Dunia 2018, menjadi sosok yang membantu gue terjaga untuk meladeni Min dalam tiap - tiap dini hari. Inget juga, untuk Min, gue pernah menuliskan salah satu puisi gue untuk dia. 

Pisang Goreng :  

    ini piala dunia, kamu berada di pihak mana ? 
    inggris ? argentina ? spanyol ? atau perancis yang dijagokan ?
    atau jangan - jangan, indonesia ? yang bahkan nggak ikut.
    kalau soal kacang, kamu suka pilus atau garuda ? 
    aku tidak perduli kamu di tim mana.
    apalagi soal kacang.
    yang aku perduli, aku berani terjaga hingga malam untuk kamu.
    tapi, mama sempat marah soal ini. 
    namun mama adalah sosok yang paling pengertian, dia paham bahwa aku cinta dengan kamu.
    ini piala dunia, kamu tahu, mereka latihan keras ? 
    ini aku, kamu tahu, aku berusaha keras ?
    biar lebih mudah, begini saja.
    malam ini, aku hanya ingin bersama kamu.
    entah belgia atau pantai gading yang tengah bermain, aku hanya ingin kamu.
    kalau kamu diibaratkan kacang, kamu mau jadi pilus atau garuda ? yang manapun aku tetap suka.
    sekali lagi, ini bukan soal tim mana atau kacang mana yang lebih unggul. ini tentang kamu, dan             langkah awal aku mendapatkan kamu.
    kedepannya ? aku tidak tahu.
    sudahlah, aku cinta kamu.
    dan aku akan tetap hidup sampai dua ribu tahun lagi untuk itu.

Juni, Ketika Piala Dunia
dikarang di Neptunus, tahun 2054.

Min adalah sosok yang tangguh dan tidak mudah untuk ditaklukan. Nyatanya, selama tiga bulan pertama proses gue mendekatinya, gue hanya mendapat balasan slow respond dan tidak seberapa. Jawabannya singkat, padat dan jelas. Hanya tiga kata yang secara keseluruhan terdiri dari lima huruf : g, y, gtw. 

Jadi, percakapan yang terjadi kurang lebih akan seperti : 

"Min, kamu tau film Forrest Gump enggak ? Aku nonton, seru dan bagus banget, kamu harus nonton." 
" g."

atau pada lain kesempatan, 

"Eh kamu tahu enggak, kita enggak bisa napas sambil nelen ludah."
"y."

Hal ini terus terjadi hingga bulan ketiga gue mendekati dirinya. Di mana, pada akhirnya, setelah tiga bulan, ada perkembangan. Yap, setelah tiga bulan akhrinya Min memiliki bentuk huruf baru. t dan w. 
Jadilah seperti ini, 

"Gini, aku jujur aja, aku mau ngajak kamu nonton karena aku suka. Kamu mau ?"
"gtw." 

Sekali lagi, mendekati Min bukanlah hal yang mudah. Gue harus mengalah, sepanjang malam, untuk terus bercerita dan menghasilkan sesuatu dari kepala gue, dan hanya akan mendapat jawaban y, g, atau gtw. Untuk kesekian kalinya, mendekati Min tidak dan sama sekali bukanlah hal yang mudah. Namun, ada satu alasan kenapa pada saat itu gue enggak berhenti mencoba mendekatinya, alasan gue tidak berbelit - belit dan sederhana ; Min tidak pernah meminta gue untuk berhenti. 

Semua hal menjadi lebih baik setelah 14 November 2018. Hari itu, gue berhasil ngajak Min nonton film Coldplay : A Head Full of Dreams. Yang tiket nya gue beli di hari pertama Presale. 26 Oktober 2018. Gue inget hari itu Jumat. Tanpa banyak aktivitas tidak jelas, sepulang sekolah, gue langsung ke bioskop untuk memesan tiket presale. Hari itu, gue inget hujan deras dan seragam hari Jumat adalah Pramuka. Gue juga masih inget, sebuah Indomaret di Jalan Pulau Morotai, tempat di mana saat itu gue berteduh. Pada saat itu, gue beli tiket secara sepihak. Artinya, waktu itu gue secara pede dan nekat beli tiket untuk kami berdua, tanpa tahu, dia mau, minat, sempat, boleh, atau tidak. Gue belum benar - benar bertanya ke Min, karena gue terlalu cemen pada saat itu. Segala bentuk ke-pesimis-an itu gue unggah melalui Twitter, dan syukurlah, semesta melalui wujud kakak perempuan Min, merealisasikan mimpi gue saat itu untuk ngajak Min pergi ke bioskop bersama untuk pertama kalinya. 


Sebuah film dokumenter tentang Coldplay, yang hanya tayang sekali dan serentak di seluruh dunia. Teruntuk Chris Martin, kami berdua adalah sedikit bagian kecil manusia beruntung yang nonton film band kamu loh, hargai kami !!!!!

Selebihnya, selesainya 14 November 2018, semua hal berbeda. Gue selalu punya alasan untuk datang ke sekolah pagi - pagi. Saat - saat itu adalah masa yang paling menyenangkan sekaligus menenangkan. Min, memberikan kepastian bahwa tidak perlu ada kekhawatiran esok kita tidak akan bahagia. 

Banyak hal yang terjadi setelah 14 November 2018, namun yang menarik adalah tentang 14 Maret 2019. Gue jadian sama Min, di malam yang tidak terlalu berangin, di sekitaran area pasar malam kota Bandar lampung. Saat itu, gue nyatakan bahwa gue pengin ada status lebih di antara kita berdua. Sebenarnya gue sudah siap untuk segala bentuk tolakan, namun Min justru memutuskan untuk memperindah malam itu. Selebihnya, kami pulang dengan membawa masing - masing sebungkus sekoteng dan bandrek untuk kedua orang tuanya. 

Setelah 14 Maret 2019, hidup berjalan sebagaimana semestinya, dengan menyedihkan. Namun, inilah jasa Min yang tidak lekang oleh waktu. Di antara hal - hal yang menyedihkan di hidup gue, kehadiran Min mampu mengubah kesedihan tersebut menjadi sedikit lebih baik. Misalnya, ketika gue kehujanan di atas motor, gue tidak lagi sendirian,,, atau melalui hal kecil seperti berkunjung ke cafe, dengan wajah dan penampilan gue yang menyedihkan, gue tetap bisa membungkam orang - orang yang biasanya berprasangka buruk ke gue : 

"Ni orang sok - sokan banget makan di cafe, paling juga ngutang." 

Kehadiran Min mampu menyulap prasangka buruk menjadi sedikit lebih baik, 

"Ni orang sok - sokan banget makan di cafe, paling juga ngutang. Eh tapi ceweknya cantik, pasti dia adalah lelaki berkualitas." 

Kira - kira seperti itu.

Hingga tibalah sesaat kami harus belajar untuk kuliah. Kami berdua sama - sama mempersiapkan diri sematang mungkin untuk segala jenis ujian. Kami belajar bareng, tepatnya, dia yang ngajarin gue hehehe. Min, adalah sosok yang mampu mengubah seorang Alex, seorang yang memiliki nilai 32.5 pada mata pelajaran Matematika ketika Ujian Nasional SMP hingga menjadi seseorang yang memiliki nilai hampir 700 pada subtest kuantitatif level UTBK.  Min adalah sosok yang bertahan ketika gue tidak menaggap serius matematika. Min adalah sosok yang yakin bahwa gue mampu ketika gue sendiri tidak percaya. Tiada hari tanpa kebersamaan dan tiada hari tanpa latihan soal.

Kini, kami masing - masing sudah berada di level selanjutnya, di bangku kuliah. Sayangnya, kami berkuliah di tempat yang berbeda. Tetapi tidak apa, kami berdua selalu percaya bahwa pacaran adalah segalanya tentang keberkembangan. Tidak perlu dan tidak ada yang mengharuskan untuk kita berkuliah di tempat yang sama. Kini, Min berada di salah satu Institut Teknologi di Bandung. hehehe. 

Tanpa perlu membawa perasaan atau hal - hal romansa lainnya, keberadaan Min di hidup gue adalah sosok yang nyata dan tak tergantikan. Tanpa Min, gue enggak mungkin bisa kuliah seperti saat ini. Beneran, ini bukan hiperbola. 

Setelah berkuliah, beberapa hal menjadi lebih sulit dari biasanya. Salah satunya adalah komunikasi. Kesibukan kami, masing - masing saling mendukung untuk merenggangkan hubungan kami. Akhirnya kami putus, gue yang mutusin. Yap, gue yang mutusin untuk menerima keputusan Min, bahwa dia mutusin gue. Kami berdua putus secara baik - baik tanpa ada keributan sedikitpun. 
Sejak dulu gue selalu percaya, bahwa jika suatu saat nanti kami putus, pasti karna beda keyakinan. Dan bener aja. Kita beda keyakinan, di mana, gue yakin dia cantik tapi dia tidak yakin kalo gue ganteng. 

Becanda, becanda,,, Min mutusin gue karena dia udah enggak lagi merasakan perasaan yang sama seperti dua-tiga tahun lalu. Wajar saja. 

"Lek"

Sesaat gue melihat pesan seperti ini dari Min, hati gue bergemuruh. 

"Iya?"

"Kita udahan aja ya" 

Saat itu gue hanya bisa merespon "Iya.". Tidak lama setelah itu, kami tidak lagi berhubungan. Menyisakan gue, dengan tangis dan hening yang panjang. 

Sejauh yang gue pahami bahwa pacaran adalah segalanya tentang keberkembangan, ternyata ada yang lebih jauh. Jika memang, pacaran adalah segalanya tentang keberkembangan, maka pacaran juga adalah segalanya tentang pengikhlasan. Selamat menempuh hidup baru yang berbahaya. Aku tahu kamu bisa melewati segalanya, seperti biasa. 

Tanpa banyak kata - kata, kita berdua udahan. Aku sedih, tapi tidak apa - apa. Aku ikhlas. Well, pada beberapa kondisi, ikhlas tidak berarti tidak sedih. 

Jujur, beberapa waktu setelah hubungan kita usai, aku linglung dan tidak tahu harus ke mana. Tapi tidak apa - apa. Sebagaimana hal baik lainnya, waktu akan selalu mengobati.

Kamu, Min, adalah sosok yang selalu aku cintai sejak SMA. Kini, kita tidak lagi bersama, namun, segalanya adalah masih tentang kamu. Kita sama - sama tahu, hubungan kita sudah selesai bahkan sebelum kamu mengucapkannya. Semua orang yang aku kenal, pengin kita balikan. Aku tahu kamu tidak mau, begitu juga dengan Aku. Alasan kita usai, bukanlah karena benci atau apapun. Tapi karena kita sama - sama tahu bahwa hubungan ini memang sudah selesai. 

Sebagai wanita cantik Bandung, silakan pilih mana laki - laki yang membuatmu bahagia. Selain itu, belajar yang baik. Silakan juga mencicipi makanan - makanan khas daerah mu yang baru. Selain itu, belajar yang baik. Kamu juga boleh, berpergian dengan siapapun yang bukan aku. Namun, belajar juga yang baik. Aku tahu kamu manusia baik dan akan selalu menjadi baik. Min, belajar yang baik.

Maka di sini lah gue, di salah satu pojok di Kota Surabaya Timur, dini hari ketika kebanyakan manusia sudah mulai terlelap, duduk di depan meja dan melempar diri sendiri ke masa lalu yang menyenangkan. 

Terima kasih kamu bertahan, terima kasih kamu tetap percaya ketika yang lain dan diriku sendiri tidak. Tanpamu, aku mungkin sekarang enggak tahu di mana, atau mungkin sekarang sedang ngaduk semen sebagai pekerjaanku sehari - hari. Aku selalu suka bagaimana kamu, mampu mengubah banyak hal sulit dan menyedihkan menjadi sesuatu yang lebih baik. Kamu adalah segalanya tentang sosok yang berjasa untuk hidupku. Semoga semua sikapku adalah bagian terbaik dari yang lain. Terima kasih, kamu pernah mau. 

Read More

Sunday, March 7, 2021

Langit Sedang Bagus !

 Ini adalah tulisan pertama gue sejak satu, atau dua tahun belakangan ini.


Gue memutuskan untuk kembali menulis, kali ini berkaitan tentang perjalanan gue ke Surabaya. Betul, tanpa banyak basa - basi, gue tiba - tiba udah kuliah, dan di Surabaya. Hari ini adalah hari besar untuk gue. Jadi ya... supaya tidak lupa, gue tulis.

Eh sebentar. Sebelum gue bercerita tentang perjalanan gue hari ini, gue akan bercerita tentang apa yang terjadi pada tanggal 12 Februari 2021. Tapi sebelum itu juga, sekadar informasi, gue menulis sambil dengerin lagu Adhitya Sofyan. Entah yang mana, coba kalian dengerin sambil baca juga, yang mana juga pasti cocok ! Tetapi kalau kalian butuh rekomendasi, coba deh ; Pesan di Balik Awan & Sampai Nanti.


12 Februari 2021

Adalah hari yang seharusnya menjadi hari yang baik. Loh, iya kan Hari Raya Imlek gitu loh ? Seharusnya ada banyak money involved !. Hari Raya Imlek tahun ini agak beda, enggak banyak orang yang datang berkunjung. Namun, tidak berarti bahwa hal itu selalu tentang penurunan pendapatan. Karena jika dibandingkan tahun lalu, ya pendapatan gue memang selalu rendah. hehehe.  Justru lebih baik seperti tahun ini. Sejak, pada tahun yang sudah - sudah, ya.... banyak sih yang datang ke rumah, tetapi semua atas dasar silaturahmi. Mengunjungi keluarga pada hari raya. Sebatas itu. Tidak ada angpao. Tidak ada uang dalam bentuk transferan atau apapun. Yang tanpa banyak gerakan, di antara obrolan keluarga, berbagai jenis nastar, pempek, ring keju, berkurang secara cepat hingga tidak bersisa. 

Gue memang memiliki kecurigaan terhadap beberapa sosok di keluarga gue. Gue percaya ada beberapa dari mereka yang merupakan jelmaan dari sosok bintang dari kalender Cina / Shio, yang tiap tahunnya berubah - ubah, bagaimanapun juga, entah tahun apa dan berapa, gue tetap percaya bahwa mereka adalah salah satu perwujudan dari salah satu shio . Babi.  

Tapi, yang ingin gue ceritakan bukan tentang Hari Raya Imlek yang tidak seberapa itu. Ini tentang tanggal 12 Februari malam. Beberapa hal yang bisa gue ingat adalah, hari itu hujan dan gue adalah sosok yang sedang terburu - buru. Sekitar jam tujuh malam, gue berangkat pulang sehabis main basket. Ya, tentu gue naik motor hujan - hujan. 

Saat itu kondisi gue cepat, enam puluh sampai tujuh puluh kilometer perjam. Gue seharusnya tahu, hujan dan kecepatan bukanlah sesuatu yang bisa dipasangkan. Pada saat itu, ketika sedang cepat - cepatnya, gue harus kaget dan enggak punya cukup waktu untuk menghindari lubang yang ada di depan gue. Lubang yang cukup dalam namun tidak terlihat seperti itu, karena sebagiannya telah tertutup air hujan.

Padahal, gue pernah berpikir, " mana mungkin gue kecelakaan ? kalopun gue akan jatuh, gue bisa lompat dari motor." Malam itu juga semesta membuktikan bahwa gue salah. Motor gue, terpental sekitar dua sampa tiga meter dari lubang. Sepanjang itu pula, gue yang harus bersentuhan dengan aspal jalanan. Benar - benar enggak ada waktu untuk menghindar. Gue enggak bisa apa - apa. Syukurlah, di belakang gue, ada tukang Gojek yang nolongin. Dia adalah sosok yang menepi dan mengangkat gue, motor gue, tas gue. Dia juga sosok yang meminjamkan hape nya untuk gue. Waktu itu, sejauh yang gue bisa, gue hanya bisa menyebutkan nomor Mama gue, dan dia yang menghubungkan.

Saat itu, gue benar - benar butuh pertolongan. Setelah beberapa kali bunyi telepon, akhirnya nyambung juga.

" Ma, ini Alex, Alex kecelakaan."

" Oh. "

Sialan, gue dikira seseorang yang sedang menipu dan minta transferan.

" Ini Alex, beneran, kecelakaan, tolong jemput di ... "

" Oke." 

Oke.

Tapi sambil menunggu kedatangan orang tua gue, gue dipenuhi rasa curiga. 

" Jangan - jangan, gue beneran enggak akan dijemput. " 

Gue telpon ulang, dan memberikan identitas gue. Sedetail mungkin.

" Ini Alex, lahir 3 Oktober 2001, di Rumah Sakit Santa Ana. Hari ini Konyen baru dapet dua ratus ribu, berangkat menggunakan celana dalam warna hijau tua. Tolong/"

Gue rasa, gue terlalu mendetail.

Saat itu, gue akhirnya pilih opsi Video Call. Kami terhubung. 

" Oh iya bentar - bentar, dijemput."

Selama ini, dugaan gue benar.

Di sela - sela menunggu jemputan, tidak banyak yang gue dan tukang gojek ini bicarakan. Hanya ucapan terima kasih yang bertubi - tubi dari gue. Sisanya, adalah hening yang panjang dan keluhan atas rasa sakit gue. Saat itu, gue benar - benar enggak bisa jalan. Gue jatuh ke arah kiri, dan yah, bagian kiri tubuh gue, lumayan hancur...

Jemputan tiba. Gue dijemput pake mobil pick up. Enggak apa - apa. Motor gue, dibawa pulang oleh kakak laki laki gue. Saat itu, gue benar benar hanya ingin pulang. 

Sampai di rumah, gue membersihkan luka sebisa mungkin menggunakan air seadanya. Sambil menahan sakit tentunya. 

Setelah itu, gue beristirahat di Sofa di ruang tamu. Tidak bisa ke mana mana. Kaki kiri gue adalah bagian terparah dari luka yang gue dapat malam itu. Yang paling berat adalah, momen di mana gue merasa tubuh gue tidak lagi berguna. Bagaimana gue bahkan enggak bisa ke toilet untuk diri gue sendiri. Malam pertama dari kejadian, gue sama sekali tidak bisa tidur sampai pagi. Luka - luka gue seakan - akan saling berbalasan untuk menyakiti tuannya. 

Barulah pagi harinya, gue ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan yang semestinya. 

Sakit, tetapi tidak apa.

Gue hanya berharap sebelum keberangkatan gue ke Surabaya, luka gue sudah sembuh. Nyatanya belum. Sampai sekarang, salah satu luka di kaki gue, masih berdarah. Gue hanya bisa pakai sendal dan bukan sepatu, serta jalan dengan sedikit pincang. 

Nah... 

Hari ini 7 Maret 2021. Kurang lebih, tiga minggu lebih sejak kejadian itu terjadi.

Hari ini gue berangkat dengan membawa diri sendiri dan berbagai barang bawaan. Penerbangan hari ini adalah penerbangan pertama, pukul 07.10 pagi. Pagi - pagi buta, gue sudah bersiap - siap untuk berangkat dan meninggalkan kota.

Apakah siap ? Enggak. 

Selama di Bandara, orang - orang banyak memperhatikan kaki gue yang masih terbungkus perban dan bagaimana gue berusaha menyeret kaki gue yang terluka. Sebenarnya gue bisa kok, gue hanya butuh waktu sedikit lebih lama saja. 

Menuju Soekarno Hatta, gue duduk di belakang seorang tentara. Yang di dalam pesawat, memaksimalkan waktu sebelum keberangkatan untuk menghias Story Whats App nya semenarik mungkin. Yang di dalamnya adalah foto preweddingnya. Tidak hanya itu, terlihat juga bahwa Ia secara bertubi - tubi mengirimkan pesan yang panjang ke Istrinya seakan - akan pesan panjang itu, adalah pesan terakhir yang akan dikirimkan.

Gue ? Gue lagi kesakitan dengan kaki gue. hehehe. Sejak, gue berjalan jauh dan banyak menapak. Dari balik perban, gue sudah bisa melihat sebuah cairan yang bergradasi antara kuning dan merah mulai memenuhi perban yang baru saja semalam gue ganti. 

Tidak banyak yang bisa gue lakukan selain berjalan dan berharap bahwa antara gate satu dan gate lainnya berdekatan sehingga tidak perlu berjalan terlalu jauh. Dalam penerbangan dari Soekarno Hatta menuju Juanda, selama 1.5 Jam, sebagian besar gue habiskan untuk tidur, sebagian kecil sisanya gue habiskan untuk ngeliatin para pramugari. Entahlah. Gue tebak, pramugari yang cantik - cantik ini, pasti menyimpan banyak kesedihan dan kelelahan di balik kedisiplinannya. Menarik bagaimana seseorang harus menutupi semua kesedihan dengan senyumnya.

Setelah turun dari pesawat, gue mengurus bagasi bawaan gue. Berjalan secara perlahan namun tidak pasti - pasti amat, gue mencari - cari jalan keluar dari Bandara Juanda. Di dekat jalur keluar, sudah banyak wanita - wanita yang sepertinya, bekerja untuk sebuah agensi travel. Meneriaki dan saling memperebutkan gue untuk naik taksi mereka. 

Baru kali ini, gue merasa diperebutkan.

Kebetulan, tujuan gue ke Surabaya bukan untuk jalan - jalan. Gue ke sini untuk lomba peradilan semu internasional. Phillip C Jessup International Moot Court Competition. Bersama tim, kami menyewa sebuah apartement di kota Surabaya. Namun, di hari pertama penyewaan ( ya hari ini, tanggal 7 Maret) hanya ada gue. Yang lain akan berangsur datang mulai besok, Tanggal 8.

Gue akan stay di sini selama tiga bulan, sampai Juni. Lama, memang. Karena pada bulan Juni nanti gue akan ada lomba lain lagi. Jadi, cukup nanggung jika gue harus pulang-pergi lagi.

Apartementnya bagus dan punya semua yang gue butuhkan kecuali tong sampah dan beberapa hal kecil lainnya. Apartement ini hanya akan disewa untuk durasi satu bulan. Namun, karena gue berencana untuk menetap selama tiga bulan. Berarti akan ada dua bulan untuk gue untuk mencari tempat tinggal baru lagi.

Kebetulan, gue udah mendapatkan kostan yang akan mulai gue tempati seusai dari penyewaan Apartement ini selesai. 

Perkiraan gue, gue akan hidup makmur selama tinggal bersama tim gue yang lain. Tetapi rasanya, setelah gue berpisah dari mereka dan mulai tinggal di kostan, gue sudah bisa membayangkan bagaimana dalam dua bulan, gue akan mulai merasakan tanda - tanda busung lapar.

Saat ini gue berada di ketinggian 12 Lantai. Dari sini, terlihat banyak bagian dari Kota Surabaya. Kota yang kelak, akan gue jadikan tempat untuk hidup. 

Tentang Surabaya, saat ini gue sedang gencar - gencarnya membujuk teman lama gue untuk juga berkuliah di sini. Entah. Entah apa gunanya. Tapi, gue rasa, gue butuh teman. Atau mungkin, gue enggak benar - benar butuh teman, tetapi butuh Dia ? 

Ini adalah sedikit tentang tulisan gue. Bukan untuk menghibur siapa - siapa. Tetapi hanya sebagai pengingat saja bahwa. Hari ini adalah hari yang baik. Tentang bagaimana gue yang tidak sehat sepenuhnya masih diberikan keselamatan. 

Tentang hari- hari yang akan datang, adalah segalanya tentang misteri dan pertanyaan. Namun begitulah, hidup ini akan gue jalani. Tanpa tau banyak hal namun tetap berjalan. Bahwa Surabaya akan menjadi bagian dari hidup gue nanti, mungkin. 

Musim yang baik.

Read More