Sunday, March 7, 2021

Langit Sedang Bagus !

 Ini adalah tulisan pertama gue sejak satu, atau dua tahun belakangan ini.


Gue memutuskan untuk kembali menulis, kali ini berkaitan tentang perjalanan gue ke Surabaya. Betul, tanpa banyak basa - basi, gue tiba - tiba udah kuliah, dan di Surabaya. Hari ini adalah hari besar untuk gue. Jadi ya... supaya tidak lupa, gue tulis.

Eh sebentar. Sebelum gue bercerita tentang perjalanan gue hari ini, gue akan bercerita tentang apa yang terjadi pada tanggal 12 Februari 2021. Tapi sebelum itu juga, sekadar informasi, gue menulis sambil dengerin lagu Adhitya Sofyan. Entah yang mana, coba kalian dengerin sambil baca juga, yang mana juga pasti cocok ! Tetapi kalau kalian butuh rekomendasi, coba deh ; Pesan di Balik Awan & Sampai Nanti.


12 Februari 2021

Adalah hari yang seharusnya menjadi hari yang baik. Loh, iya kan Hari Raya Imlek gitu loh ? Seharusnya ada banyak money involved !. Hari Raya Imlek tahun ini agak beda, enggak banyak orang yang datang berkunjung. Namun, tidak berarti bahwa hal itu selalu tentang penurunan pendapatan. Karena jika dibandingkan tahun lalu, ya pendapatan gue memang selalu rendah. hehehe.  Justru lebih baik seperti tahun ini. Sejak, pada tahun yang sudah - sudah, ya.... banyak sih yang datang ke rumah, tetapi semua atas dasar silaturahmi. Mengunjungi keluarga pada hari raya. Sebatas itu. Tidak ada angpao. Tidak ada uang dalam bentuk transferan atau apapun. Yang tanpa banyak gerakan, di antara obrolan keluarga, berbagai jenis nastar, pempek, ring keju, berkurang secara cepat hingga tidak bersisa. 

Gue memang memiliki kecurigaan terhadap beberapa sosok di keluarga gue. Gue percaya ada beberapa dari mereka yang merupakan jelmaan dari sosok bintang dari kalender Cina / Shio, yang tiap tahunnya berubah - ubah, bagaimanapun juga, entah tahun apa dan berapa, gue tetap percaya bahwa mereka adalah salah satu perwujudan dari salah satu shio . Babi.  

Tapi, yang ingin gue ceritakan bukan tentang Hari Raya Imlek yang tidak seberapa itu. Ini tentang tanggal 12 Februari malam. Beberapa hal yang bisa gue ingat adalah, hari itu hujan dan gue adalah sosok yang sedang terburu - buru. Sekitar jam tujuh malam, gue berangkat pulang sehabis main basket. Ya, tentu gue naik motor hujan - hujan. 

Saat itu kondisi gue cepat, enam puluh sampai tujuh puluh kilometer perjam. Gue seharusnya tahu, hujan dan kecepatan bukanlah sesuatu yang bisa dipasangkan. Pada saat itu, ketika sedang cepat - cepatnya, gue harus kaget dan enggak punya cukup waktu untuk menghindari lubang yang ada di depan gue. Lubang yang cukup dalam namun tidak terlihat seperti itu, karena sebagiannya telah tertutup air hujan.

Padahal, gue pernah berpikir, " mana mungkin gue kecelakaan ? kalopun gue akan jatuh, gue bisa lompat dari motor." Malam itu juga semesta membuktikan bahwa gue salah. Motor gue, terpental sekitar dua sampa tiga meter dari lubang. Sepanjang itu pula, gue yang harus bersentuhan dengan aspal jalanan. Benar - benar enggak ada waktu untuk menghindar. Gue enggak bisa apa - apa. Syukurlah, di belakang gue, ada tukang Gojek yang nolongin. Dia adalah sosok yang menepi dan mengangkat gue, motor gue, tas gue. Dia juga sosok yang meminjamkan hape nya untuk gue. Waktu itu, sejauh yang gue bisa, gue hanya bisa menyebutkan nomor Mama gue, dan dia yang menghubungkan.

Saat itu, gue benar - benar butuh pertolongan. Setelah beberapa kali bunyi telepon, akhirnya nyambung juga.

" Ma, ini Alex, Alex kecelakaan."

" Oh. "

Sialan, gue dikira seseorang yang sedang menipu dan minta transferan.

" Ini Alex, beneran, kecelakaan, tolong jemput di ... "

" Oke." 

Oke.

Tapi sambil menunggu kedatangan orang tua gue, gue dipenuhi rasa curiga. 

" Jangan - jangan, gue beneran enggak akan dijemput. " 

Gue telpon ulang, dan memberikan identitas gue. Sedetail mungkin.

" Ini Alex, lahir 3 Oktober 2001, di Rumah Sakit Santa Ana. Hari ini Konyen baru dapet dua ratus ribu, berangkat menggunakan celana dalam warna hijau tua. Tolong/"

Gue rasa, gue terlalu mendetail.

Saat itu, gue akhirnya pilih opsi Video Call. Kami terhubung. 

" Oh iya bentar - bentar, dijemput."

Selama ini, dugaan gue benar.

Di sela - sela menunggu jemputan, tidak banyak yang gue dan tukang gojek ini bicarakan. Hanya ucapan terima kasih yang bertubi - tubi dari gue. Sisanya, adalah hening yang panjang dan keluhan atas rasa sakit gue. Saat itu, gue benar - benar enggak bisa jalan. Gue jatuh ke arah kiri, dan yah, bagian kiri tubuh gue, lumayan hancur...

Jemputan tiba. Gue dijemput pake mobil pick up. Enggak apa - apa. Motor gue, dibawa pulang oleh kakak laki laki gue. Saat itu, gue benar benar hanya ingin pulang. 

Sampai di rumah, gue membersihkan luka sebisa mungkin menggunakan air seadanya. Sambil menahan sakit tentunya. 

Setelah itu, gue beristirahat di Sofa di ruang tamu. Tidak bisa ke mana mana. Kaki kiri gue adalah bagian terparah dari luka yang gue dapat malam itu. Yang paling berat adalah, momen di mana gue merasa tubuh gue tidak lagi berguna. Bagaimana gue bahkan enggak bisa ke toilet untuk diri gue sendiri. Malam pertama dari kejadian, gue sama sekali tidak bisa tidur sampai pagi. Luka - luka gue seakan - akan saling berbalasan untuk menyakiti tuannya. 

Barulah pagi harinya, gue ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan yang semestinya. 

Sakit, tetapi tidak apa.

Gue hanya berharap sebelum keberangkatan gue ke Surabaya, luka gue sudah sembuh. Nyatanya belum. Sampai sekarang, salah satu luka di kaki gue, masih berdarah. Gue hanya bisa pakai sendal dan bukan sepatu, serta jalan dengan sedikit pincang. 

Nah... 

Hari ini 7 Maret 2021. Kurang lebih, tiga minggu lebih sejak kejadian itu terjadi.

Hari ini gue berangkat dengan membawa diri sendiri dan berbagai barang bawaan. Penerbangan hari ini adalah penerbangan pertama, pukul 07.10 pagi. Pagi - pagi buta, gue sudah bersiap - siap untuk berangkat dan meninggalkan kota.

Apakah siap ? Enggak. 

Selama di Bandara, orang - orang banyak memperhatikan kaki gue yang masih terbungkus perban dan bagaimana gue berusaha menyeret kaki gue yang terluka. Sebenarnya gue bisa kok, gue hanya butuh waktu sedikit lebih lama saja. 

Menuju Soekarno Hatta, gue duduk di belakang seorang tentara. Yang di dalam pesawat, memaksimalkan waktu sebelum keberangkatan untuk menghias Story Whats App nya semenarik mungkin. Yang di dalamnya adalah foto preweddingnya. Tidak hanya itu, terlihat juga bahwa Ia secara bertubi - tubi mengirimkan pesan yang panjang ke Istrinya seakan - akan pesan panjang itu, adalah pesan terakhir yang akan dikirimkan.

Gue ? Gue lagi kesakitan dengan kaki gue. hehehe. Sejak, gue berjalan jauh dan banyak menapak. Dari balik perban, gue sudah bisa melihat sebuah cairan yang bergradasi antara kuning dan merah mulai memenuhi perban yang baru saja semalam gue ganti. 

Tidak banyak yang bisa gue lakukan selain berjalan dan berharap bahwa antara gate satu dan gate lainnya berdekatan sehingga tidak perlu berjalan terlalu jauh. Dalam penerbangan dari Soekarno Hatta menuju Juanda, selama 1.5 Jam, sebagian besar gue habiskan untuk tidur, sebagian kecil sisanya gue habiskan untuk ngeliatin para pramugari. Entahlah. Gue tebak, pramugari yang cantik - cantik ini, pasti menyimpan banyak kesedihan dan kelelahan di balik kedisiplinannya. Menarik bagaimana seseorang harus menutupi semua kesedihan dengan senyumnya.

Setelah turun dari pesawat, gue mengurus bagasi bawaan gue. Berjalan secara perlahan namun tidak pasti - pasti amat, gue mencari - cari jalan keluar dari Bandara Juanda. Di dekat jalur keluar, sudah banyak wanita - wanita yang sepertinya, bekerja untuk sebuah agensi travel. Meneriaki dan saling memperebutkan gue untuk naik taksi mereka. 

Baru kali ini, gue merasa diperebutkan.

Kebetulan, tujuan gue ke Surabaya bukan untuk jalan - jalan. Gue ke sini untuk lomba peradilan semu internasional. Phillip C Jessup International Moot Court Competition. Bersama tim, kami menyewa sebuah apartement di kota Surabaya. Namun, di hari pertama penyewaan ( ya hari ini, tanggal 7 Maret) hanya ada gue. Yang lain akan berangsur datang mulai besok, Tanggal 8.

Gue akan stay di sini selama tiga bulan, sampai Juni. Lama, memang. Karena pada bulan Juni nanti gue akan ada lomba lain lagi. Jadi, cukup nanggung jika gue harus pulang-pergi lagi.

Apartementnya bagus dan punya semua yang gue butuhkan kecuali tong sampah dan beberapa hal kecil lainnya. Apartement ini hanya akan disewa untuk durasi satu bulan. Namun, karena gue berencana untuk menetap selama tiga bulan. Berarti akan ada dua bulan untuk gue untuk mencari tempat tinggal baru lagi.

Kebetulan, gue udah mendapatkan kostan yang akan mulai gue tempati seusai dari penyewaan Apartement ini selesai. 

Perkiraan gue, gue akan hidup makmur selama tinggal bersama tim gue yang lain. Tetapi rasanya, setelah gue berpisah dari mereka dan mulai tinggal di kostan, gue sudah bisa membayangkan bagaimana dalam dua bulan, gue akan mulai merasakan tanda - tanda busung lapar.

Saat ini gue berada di ketinggian 12 Lantai. Dari sini, terlihat banyak bagian dari Kota Surabaya. Kota yang kelak, akan gue jadikan tempat untuk hidup. 

Tentang Surabaya, saat ini gue sedang gencar - gencarnya membujuk teman lama gue untuk juga berkuliah di sini. Entah. Entah apa gunanya. Tapi, gue rasa, gue butuh teman. Atau mungkin, gue enggak benar - benar butuh teman, tetapi butuh Dia ? 

Ini adalah sedikit tentang tulisan gue. Bukan untuk menghibur siapa - siapa. Tetapi hanya sebagai pengingat saja bahwa. Hari ini adalah hari yang baik. Tentang bagaimana gue yang tidak sehat sepenuhnya masih diberikan keselamatan. 

Tentang hari- hari yang akan datang, adalah segalanya tentang misteri dan pertanyaan. Namun begitulah, hidup ini akan gue jalani. Tanpa tau banyak hal namun tetap berjalan. Bahwa Surabaya akan menjadi bagian dari hidup gue nanti, mungkin. 

Musim yang baik.

0 Saran:

Post a Comment