Sunday, November 20, 2022

Tanpa ada yang tahu kuambil satu lalu pergi

 Now Playing : Berhenti Berharap - Sheila On 7


Teman - teman gue selalu bilang bahwa, cara paling gampang untuk sembuh dari patah hati adalah dengan mencari hati yang baru. Ini adalah hal yang gue lakukan. 

Namun, sudah hampir dua tahun sejak gue berpisah dengan Min, hati gue, masih belum menemukan orang yang tepat. Sebenarnya orangnya ada, gue pun udah berusaha tepat tepatin, tapi kita sama - sama paham bahwa perkara hati adalah bentuk komitmen dua arah. 


Setelah Min, ada satu fase gue sayang, bahkan cinta banget sama satu orang, namanya Lia. Kita bareng namun tidak untuk beberapa lama, sampai dia ternyata, diam - diam tanpa banyak penjelasan, jadian sama orang lain. Ketika gue tahu tentang itu, gue merasa terpukul. Satu malaman gue habiskan menatap langit - langit kamar, gue ingat betul, saat itu adalah malam yang panjang. 


Temen - temen gue juga selalu bilang bahwa, mendingan sakit hati ketimbang sakit fisik. Untuk beberapa tahun gue tidak percaya dengan hal ini, sampai tanggal 12 Februari 2021 – di hari raya Imlek, ingat betul saat itu gue didandanin oleh Min sebagai harimau sumatera (meskipun jadinya lebih mirip Hell Boy) untuk perlombaan face painting edisi konyen. Entahlah, jangan tanya mengapa dan bagaimana, sekalipun Min punya skill menggambar yang mumpuni, gue rasa, muka gue yang beruntusan ini memang bukanlah kanvas terbaik untuk digambar, konon katanya Beethoven merasa lebih baik gantung diri daripada harus menggambar di wajah gue, ya iyalah ngapain Beethoven melukis? 


Saat itu juga, memang Min lagi semangat - semangatnya belajar make up. Tapi dari hasil yang gue dapatkan, rasanya Min memang bukan sosok yang cocok untuk jadi Make Up Artist, lebih mirip ke perias mayat. 

Akulahhh sang prabuuu, aku bisa menjadii tujuhhhh, 


Tapi  - tapi, hari itu adalah hari di mana untuk pertama kalinya, gue kecelakaan motor. Di antara lumuran darah dan derasnya hujan malam hari, gue yang memohon pertolongan ke nyokap – sumber penghidupan dan cinta sepanjang masa yang gue percayai – justru dikira sebagai penipu minta transfer pulsa (baca selengkapnya di Langit Sedang Bagus !). Kejadian ini menyisakan kaki gue pincang untuk waktu yang tidak sebentar juga banyak teriak - teriakan najong selama proses pengobatan. Hal ini, waktu itu, membuktikan bahwa, rasanya, sakit hati tidak lebih baik daripada sakit fisik. 


Tulisan ini adalah tentang proses penemuan rumah baru bagi hati yang mungkin, baru saja patah. Bisa jadi dipatahkan oleh orang yang disukain, bisa jadi oleh ekspektasi sendiri, bisa jadi memang kepukul tongkat baseball. 


Hari ini tanggal 20 November 2022. Hari Minggu. Surabaya Timur hujan meskipun tidak banyak. Sebenarnya, cerita di mulai di tanggal 19 November 2022. Kemarin, hari Sabtu, ketika langit Surabaya Timur sedang tidak pipis.


Kemarin banget, gue sedang pergi makan bareng atas agenda yang sudah lama kita janjikan bersama - sama. Satu perempuan cantik (banget), baik hati, menginspirasi, pekerja keras, pelayan Tuhan dan teman baik gue, menyatakan perasaannya ke gue. 


Nama perempuan ini, Anton.


Inget banget, dia memesan satu paket cheeseburger dan gue satu porsi fish and chips. 


“Aku mau jujur sama kamu, sebenarnya, sudah tiga atau empat bulan ini, aku suka sama Kamu.”


Gue tertegun. Gue senyum tipis – ada hasrat untuk menjawab 


“Sebenarnya aku suka laki - laki.”


Niat ini gue urungkan mengingat ada pisau tajam di tangan Anton.

Tapi benar, gue benar - benar tertegun dan bingung. 


Anton adalah sosok yang sangat mudah disukai oleh orang – dia punya semuanya, cantik, pintar, pekerja keras, baik hati, tidak neko - neko, bukan perokok, dan gigi nya rapi. 

Namun entah kenapa, gue hanya melihat Anton sebagai teman. 


“Kenapa lu enggak mau sama Anton?” Ucap Christian teman sekosan gue.

“Enggak tahu. Kan emang temen aja.” 

“Tapi kan dia, baik hati, dia enggak aneh - aneh, dia pinter, dia – ya semuanya lah” Kata Christian sambil meninggikan nadanya.

“Iya, tapi elu juga baik hati, enggak aneh - aneh, pinter, – ya semuanya lah” Balas gue ke Christian

Yaudah yuk jadian aja kita  Enggak, maksud gue, gue juga enggak benar - benar tahu, ya temen aja” Tambah gue 


Lalu di malam tanggal 19 itu, gue bilang ke Anton, yang saat ini gue rasa, setelah dipikir - pikir lagi, gue jahat juga sih. 


“Hm… Jujur, saat ini aku lagi sibuk dan enggak memikirkan untuk punya pacar.” Kata gue ke Anton.

“Aku tau kok, aku tau kamu sibuk. Aku tau kamu enggak ada waktu untuk ini. Aku yang manusia bodoh.” 


Gue tebak dan gue rasa, Anton mengucapkan itu sekuat tenaga sambil menahan air mata. 


“Loh enggak gitu, kamu jangan mikir kayak gitu, aku itu –”

“Enggak kok. Gapapa. Aku paham. Aku ngomong ini, aku jujur, karena aku ingin merasa lega. Aku capek nahan ini terus. Aku pengin kamu tahu aja, beneran aku ngomong ini biar aku plong dan enggak ada beban lagi aja, meskipun” Potong Anton


Anton diam beberapa detik sebelum menyelesaikan kalimatnya.


“Meskipun apa?” ketika mengucapkan ini, hati gue, ah… bingung…

“Meskipun ya setelah pulang ini, aku pasti akan sedih lagi sih. Aku tahu kok, people come and go.”


Anton diam, Gue diam.


“Makasih ya kamu udah mau jujur. Hebat banget.” Kata gue memecah keheningan.


Enggak lama dari itu, gue pamit meninggalkan Anton, di restoran itu. Dari kejauhan, sambil berjalan, gue melihat tampak belakang Anton yang duduk tidak bergerak. Mungkin dari depan, Anton sedang menahan air matanya agar tidak menghamburkan rias wajahnya.


Gue paham betul malam itu, gue telah menghancurkan dunia seorang wanita. Di sisi lain, gue juga enggak bisa berusaha menghibur Anton dengan mengada - ngada apa yang gue rasa. Entahlah, gue pun pernah berusaha untuk bisa menyukai Anton – tapi rasanya, ya enggak worked out aja.


Sebelum pergi, Anton menambahkan 


“Satu dua tahun lagi mungkin kamu udah enggak di sini, udah enggak ketemu aku lagi, tapi inget, kapanpun kamu merasa bahwa semuanya di antara kita bisa bekerja, aku ada untuk kamu.” 


Kata - kata ini, menghantui gue sepanjang perjalanan pulang dari restoran…


Semua itu adalah yang terjadi di 19 November 2022. Selanjutnya, adalah apa yang terjadi hari ini : Antara gue dan Fanny. Fanny adalah sosok yang gue taksir dan sedang  pernah gue usahakan hatinya, baca selengkapnya di USAHA ATAS FANNY, MAKHLUK KAMPUS SEBELAH YANG SUKA TERBANG - TERBANG.


Hari ini gue kembali menghubungi Fanny, tapi obrolan kita hari ini tidak banyak, hanya sedikit namun padat dan jelas. 


“Hai Fanny, kamu sibuk malam ini?”


“Hai, Kenapa?”


“Kalo kosong, mau ngajak kamu ngobrol lewat telepon.”


Fanny tidak membalas cukup lama dan kembali dengan jawaban yang menohok.

“Hmm… sebenarnya begini, aku selama ini enggak tahu maksud dan tujuan kamu apa untuk terus menghubungi aku. Aku juga enggak mau ke geeran, tapi aku rasa aku harus bilang ini. Bahwa kalo kamu punya niat untuk ngedeketin aku, aku minta maaf, rasanya kita harus stop berhubungan deh, karena aku enggak mau buat kamu bingung.”


Gue tidak membuka chat itu, tapi gue melihatnya dari sisi luar notifikasi. Cukup lama, untuk gue bisa menerima kenyataan itu. 


Lalu gue jujur ke Fanny, 


“Hmm… Yes, aku ngechat kamu terus karena aku memang ngedeketin kamu kok Fan. Kamu enggak kegeeran. You are entitled to the confusion. Maafin aku ya, aku selalu pengen jujur sama kamu tentang semuanya, justru rencananya hari ini. Maafin aku kalo ada dari aku yang buat kamu enggak nyaman.


May i know why do you think that this relationship will not work out? (terjemahan : Bulan Mei Aku tahu kenapa kamu berpikir hubungan ini tidak akan olahraga?”


“Kamu baik, aku juga nyaman ngobrol sama kamu. Tapi ya gitu, perasaan aku ke kamu, ya enggak lebih dari sekedar temen aja.”


“Paham kok. Yasudah, yang terbaik semuanya untuk kamu dan keluarga ya, semoga mama dan Papa sehat terus. Selamat malam, Fanny”


Fanny hanya merespon dengan 👍


Dalam hati gue, secara otomatis, ada perasaan yang menggugah gue untuk berkata 

“BANGSAT  Kapan pun kita ketemu lagi dan kamu berubah pikiran, aku bakal ada untuk kamu”  Hal yang sama diucapkan oleh Anton ke gue. 


Sisalah gue di sini. Di pojok kota Surabaya Timur. Malam - malam dan sedang berusaha merangka ulang apa yang baru saja terjadi, penolakan yang hampir membunuh gue.


Dua hari belakangan ini, gue belajar banyak. Bahwa ternyata, kejujuran itu penting – kejujuran yang bahkan dikatakan pahit itu justru hadir untuk menghalangi luka yang lebih dalam. Dua wanita, Fanny dan Anton (duh kenapa sih namanya Anton), adalah wanita hebat yang berani berkata apa adanya dengan yang dirasakan. Kejujuran dari dua duanya, mampu mematahkan hati seseorang, namun di waktu yang bersama, memberi efek lepas pula. 


Gue juga belajar bahwa terkadang, orang yang kita sukai, enggak suka sama kita, bukan karena alasan apapun. Bukan karena fisik, status, kepintaran, materi, immateriil, hukum acara pidana, dan asdkasdkasjdjas. Intinya, kadang ya… orang yang kita suka pun, belum tentu tahu secara pasti, kenapa dia tidak suka sama kita. 


Fanny sebenarnya menambahkan “Perasaan ku ke kamu ya enggak lebih dari teman… Aku not sure kalo kamu paham sih,, tapi ya gitu”. Jujur, gue paham banget. Atas apa yang terjadi antara Anton, Fanny dan gue, semuanya cukup menjelaskan. Alasan kenapa Fanny tidak suka sama gue, adalah alasan yang sama kenapa gue enggak sama Anton (bukan karena Anton adalah pria). 


Kadang, kita disukain sama orang yang kita enggak suka, di saat yang bersamaan, kita mencintai orang, yang juga enggak mencintai kita. Saat ini, gue membenamkan diri ke kasur yang empuk. Mencoba menikmati dan merangka semua hal - hal kecil yang terjadi di sekitar gue. 


Akuu pulangg, tanpa dendam, kuterimaaaa kekalaaaahaannkuuuu - Berhenti Berharap, Sheila on 7


Malam ini, akan menjadi malam yang panjang.


𓅮

Read More

Sunday, November 13, 2022

Usaha atas Fanny, makhluk kampus sebelah yang suka terbang - terbang.

Tentang Fanny

Tulisan kali ini, adalah tentang perempuan bernama Fanny. Seorang wanita (yang tentunya) cantik, pintar, manis, tinggi dan bukan berkebangsaan Mexico – Ya Iyalah. 

Gue dan Fanny dipertemukan atas dasar keinginan kami yang sama - sama ingin studi ke luar negeri. Kita datang ke event yang sama, lalu berkenalan, dan menjadi dekat (Maksudnya, gue lagi deketin dia). 


Kita sebaya dan sama - sama tinggal di Surabaya saat ini. Gue fokus kuliah caranya kabur dari hukum, sedangkan Fanny belajar bagaimana olahan angka, huruf dan variable asing dapat membantu perkembangan dunia ini. Pun begitu, Kita tidak datang dari “Kampus” yang sama, membuat kami berdua tidak sering berjumpa. 


Seperti biasa, Fanny, sosok yang gue taksir, adalah sosok yang secara logika manapun, tidak mungkin suka balik sama gue. Maksud gue, Dia cantik–Gue buruk rupa, Dia pinter-Gue juga sih (abaikan yang ini), Dia fluent bahasa Korea–Gue cuma tau 음경 (ini artinya titit, spesifik gue pelajari untuk ngatain temen gue yang perilakunya seperti kelamin), Dia Kaya–Gue… ah sudahlah.


Penting juga untuk digarisbawahi bahwa Fanny, rasa - rasanya, lebih tinggi dari gue. Beneran. Pun kalo tinggi kita sama, tetep aja, ini akan berdampak buruk bagi image gue ketika pergi bareng Fanny, orang - orang di Mall akan mengatakan : 


“Malang sekali perempuan itu, berjalan bersama copet.”


Atau mungkin ada skenario di mana kita makan bareng di Marugame, menimbulkan persepsi : 


“Lihat, baik sekali majikan itu, pembantunya pun diberikan makan, meskipun cuma kriuk - kriuknya saja”. 


Tapi di antara semua langit-bumi di atas, ada beberapa hal yang penting, yang membuat gue, tetap suka sama Fanny – dan akan terus memperjuangkan hatinya.


Pertama, Fanny cantik banget, rambutnya wangi es coklat, kalungnya membuat Fanny terlihat lebih anggun, juga cincinnya yang gue rasa cukup untuk membiayai hidup gue tiga bulan. 

Kedua, Gue sama Fanny punya keinginan yang sama untuk belajar ke luar negeri. Kita sudah berencana untuk bersama - sama mendaftar dan mengurus administrasi ke beberapa beasiswa yang ada. Hal ini penting, setidaknya gue tahu, Fanny adalah sosok yang pintar dan ambisius, punya mimpi, sama seperti gue.


Ketiga, Gue dan Fanny sama - sama punya minat yang sama. Fanny suka basket, gue juga. Fanny bukan pemain, Fanny lebih suka nonton (Dulu SMA jadi dancer di UBS Gold DBL itu loh!), Gue, meskipun suka main, tapi keterbatasan skill sering kali menjadi penghambat kerennya gue di lapangan. Tapi initnya, ya gitu ! kita sama - sama suka basket, nggak cuma dari permainan, tapi kita juga sama sama suka analisis yang terjadi di luar lapangan dan bagaimana sport industry harusnya bisa lebih integrated ke dunia pendidikan, misalnya dalam penghargaan lebih terhadap student-athlete di sekolah - sekolah Indonesia. Bagian ini harus gue hentikan, sebelum tulisan ini menjadi artikel ilmiah. 


Keempat, Kelima, Keenam, dan seterusnya, adalah alasan - alasan yang gue temukan secara sengaja maupun tidak, yang pada intinya, gue suka sama Fanny tanpa ada alasan yang berbelit, dan memang, sesederhana, gue suka sama Fanny aja. 


Yang sudah - sudah bersama Fanny 


Nah, sejauh ini, usaha gue untuk mendekati Fanny sedang berada di fase yang membingungkan. Gini, gini…


Gue sudah berhubungan dengan Fanny (hampir setiap hari), enggak cuma dalam bentuk text, tapi biasanya juga, kami telepon suara ataupun telepon video. Biasanya sih, dilakukan ketika Fanny lagi nyetir pulang ke rumahnya yang jarak nya satu jam dari kampus. Lucu ya? Romantis ya? Semoga Iya :D 

Tentu, bagi gue, satu jam telepon sama Fanny adalah pembangkit hari - hari yang berat. Biasanya sore - sore, hari yang letih dan menyebalkan, tiba - tiba, secara magis, hilang ketika gue denger suara Fanny.


Apalagi saat itu, ketika di awal - awal telepon, gue memberanikan diri bertanya ke Fanny ketika ia hampir tiba di tujuannya : 


“Aku udah mau sampe nih, udahan dulu ya.”

“Hmm.. boleh gak kalo aku liat kamu dulu” (Ini jantung gue udah deg - degan)

“Video Call maksudnya?”

“Iya…” (Sudah pipis sedikit)

“Boleh kok, video call aja”

Duarrrrrrr, hati gue, joged poco - poco.

*Video Call

“Rambut kamu bagus banget hari ini” (Ya ini gue yang ngomong dong, masa iya dia Muji rambut gue yang bau busuk ini)

“Hah apaan si, tiap hari juga kayak gini” 

“Iya berarti kan rambut kamu bagus tiap hari.”


Aldkjsalkdjaskldjaskldjasldkjsaasdlkjasldksadjsa


Pembicaraan telepon itu akan gue hentikan sampai di situ, sebelum sifat kebuayaan dan kereptiliaan gue serta trik trik gue lainnya terbongkar hehe.


Tapi gitu, kita udah beberapa kali telpon. 


Selain itu, kami juga sudah dua kali meet up. Yang pertama, gue dateng ke kampusnya setelah Fanny selesai kelas. Sore - sore, kita makan bareng sambil jalan - jalan, Fanny ngajak gue keliling kampusnya yang jauh lebih besar dari kampus gue. Pertemuan kedua, kita sama - sama makan di restoran burger, Dia duduk sebelah gue. Dia juga cicip burger pesenan gue. 


Nah, hal - hal kecil seperti ini, yang gue anggap magis dan luar biasa. Bagi Fanny, mungkin, hal sederhana tersebut bukan apa - apa, hal lumrah yang dilakukan oleh sepasang teman. Bagi gue, tentunya tidak. Pulang dari restoran burger itu, kepala gue dipenuhi oleh Fanny. Cantiknya dia hari itu, sepatu hitam-abu-oranye nya, dan pembicaraan kita waktu itu, yang semakin membuat gue yakin bahwa gue sedang tidak mencintai orang yang salah. 


Jujur, gue juga belum tahu apakah gue mencintai Fanny, tentu bukan karena gue enggak tertarik sama Fanny (justru suka banget), tapi ya karena gue paham, bahwa Gue maupun Fannny, butuh waktu untuk menumbuhkan persaaan itu. Tapi yang pasti saat ini, gue ingin hari - hari gue bersama Fanny. 


Selain itu, kami juga ada membuat janji untuk nonton bisokop bareng ketika waktu memungkinkan. (Kalo beneran kejadian, ataupun enggak, akan gue ceritakan di sini hehe). Gue harap, tentunya, jadi.


Nah, semua hal ini tentu memberikan kesan bahwa, wahhhh Zayn Malik (Gue) udah sama Fanny nih. Jawabannya, jujur, belum (dan bisa jadi enggak). Karena, terlepas dari apa yang gue dan Fanny telah lewati, Fanny adalah sosok yang dingin di chat.


Fanny balas gue, most of the time, pendek - pendek, sepatah dua patah kata, gak jarang juga banyak bubble chat gue yang terlewatkan. Selain itu, kadang gue temukan bahwa Fanny sedang online, tapi tidak membalas. Fanny pun, rasanya, menghindari pembicaraan - pembicaraan yang memungkinkan kita bisa bersama. Fanny pun, tidak pernah membalas pesan yang gue kirim di tempat lain (Misalnya gue kirim postingan Instagram yang lucu)


Jujur, gue enggak benar - benar tahu apa yang ada di dalam hati Fanny. Bisa jadi, semua skenario ini adalah halusinasi gue, yang mungkin, secara fakta memang benar terjadi – tapi sebenarnya tidak ada apa - apa di dalamnya. Senyum – senyum sendirinya gue tiap kali setelah telepon atau bertemu sama Fanny, bisa jadi, hanya gue yang merasakan.


Fanny adalah sosok yang membingungkan, pun begitu, akan gue kejar terus, beratnya, ringannya, senangnya serta sedihnya, juga dinginnya, adalah apa yang membuat seorang Fanny, ya seorang Fanny. 


Mungkin dia suka, mungkin juga enggak, tapi yang penting, Fanny saat ini, belum meminta gue untuk berhenti. Atas dasar sedikit kepercayaan dan Iman seadanya ini, gue berjalan. 


Fanny, seharusnya, enggak tahu gue menulis ini. Gue juga enggak ada rencana jauh - jauh hari ingin menulis ini, tapi ya here I am. Karena galau dan bertanya - tanya, apa yang sebenarnya terjadi. 



Yang jika benar, apa yang terjadi di antara kita adalah benar adanya, dan kamu pun merasakan yang sama, harus kuakui, hal tersebut adalah fenomena yang mendekati keajaiban. Melihatmu dari apa yang tampak oleh mata menghasilkan perasaan yang turun ke hati, lalu dari situ, aku harap, tidak kembali naik menjadi air mata. Aku akan usahakan kamu, jika ada yang membuatmu tidak nyaman, mohon diberitahu.










 


Read More